BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hindu adalah agama yang universal, dengan memberikan kebebasan kepada semua
penganut-penganutnya untuk mengahayati dan merasakan sari-sari ajarannya
sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan. Untuk sampai pada Sang
Pencipta banyak jalan yang dapat ditempuh dalam agama Hindu, karena di dalam
ajarannya tidak memaksakan dan mengharuskan untuk memilih satujalan, semua
jalan itu dibenarkan asalkan sesuai dengan dharma,
jalan yang ada ibarat untaian benang-benang yang terdiri dari berbagai macam
warna yang tersusun begitu rapi dan indahnya, sehingga memberikan warna baru
dalam kehidupan beragama tanpa perlu untuk dipertentangkan.
Keberadaan suatu agama yang diakui oleh pemerintah
dan mempunyai perlindungan secara konstitusional harus memenuhi beberapa
syarat, antara lain: mempunyai kitab suci, hari suci, orang suci, tempat suci,
dan penganut agama tersebut. Agama Hindu sebagai sebuah agama yang tertua di
Dunia sudah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
menjadi suatu agama yang diakui dan dapat dipublikasikan dalam masyarakat.
Kerangka Agama Hindu merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena
sifatnya saling menyempurnakan .Tiga Kerangka Agama yang dimaksud yaitu Tattwa , Susila dan Acara , hal ini berarti bahwa dalam penerapan ajaran Agama Hindu
itu, seseorang tidak boleh memahami ajaran Tattwa
saja tanpa menerapkan Susila dan Acara. Demikian juga seseorang tidak
dapat mengamalkan ajaran Agama Hindu yang baik apabila ia hanya melakukan
upacara/ seremonial yang besar tanpa didasarkan dengan Susila dan Tattwa itu
sendiri bahwasannya ketiga kerangka tersebut harus menyatu serta tidak ada yang
menonjol. Dapat pula dinyatakan bahwa orang dapat melaksanakan ajaran Agama
Hindu dengan baik apabila menerapkan ketiga kerangka agama tersebut yaitu Tattwa, Susila, dan Upacara
Belakangan ini, fenomena Agni Hotra kembali mencuat dengan nuansa
baru.Pada awal kemunculan Agni Hotra, sekitar
tahun 1990 Agni Hotra mulai merebak
di wilayah Bali. Ada beberapa ragam Agni
Hotra yang eksis sebelumnya, lengkap dengan misi kelompok atau pendaki
spiritual perguruannya (Sampradaya),
Chanda, bahan material yang digunakan beserta susunan upacara Agni Hotra. Filosofi Agni Hotra yang bersumber pada kitab
suci Weda dan Purana membuat ketertarikan untuk membahas pelaksanaan serta tata
cara upacara secara rinci dan sempurna. Semua upacara samskara (rangkaian
upacara yang harus dijalani seseorang sebagai upaya pengingkatan kualitas
rohani) yang digariskan dalam weda mulai
dari yang terkait kehamilan, kelahiran, pemberian nama bayi, dan seterusnya
sampai upacara saat seseorang meninggal dunia, diiringi dengan adanya korban
suci api atau Agni Hotra ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
unsur-unsur Satyam dalam Agni Hotra?
2.
Bagaimanakah
unsur-unsur Siwam dalam Agni Hotra?
3.
Bagaimanakah
unsur-unsur Sundaram dalam Agni Hotra?
BAB II
KONSEP
2.1 Agni
Hotra
Agni
Hotra berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari
gabungan dua kata yakni agni dan hotra. Agni berarti api dan Hotra
berarti persembahyangan atau melakukan persembahan. Menurut Jendra, Agni Hotra merupakan upacara yadnya untuk memuja Tuhan
dalam manifestasi Hyang Agni
(1999:14) . Di dalam kitab suci Weda
disebutkan bahwa pemujaan dengan Agni
Hotra mempunyai nilai yang lebih
tinggi dibandingkan pemujaan dengan memakai arca atau gambar sebagai sarananya.
Pengalaman umat Hindu di Bali dalam
kehidupan terhadap ajaran, sebagian besar diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan
upacara.Upacara merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan
masyarakat Hindu, sebab upacara itu digunakan sebagai sarana untuk mengucapkan
rasa syukur kehadapan Hyang Widhi Wasa
atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Agni Hotra memiliki arti yang sama
dengan yadnya dalam Weda . Sebab pengertian yadnya dalam Weda adalah persembahan yang dituangkan
atau dimasukkan ke dalam api suci . Api Suci yang dimaksud adalah api yang
dihidupkan atau dikobarkan dalam kunda yang merupakan lambang pengorbanan .
Menurut wawancara dengan Nyoman Sugiartha yang sejak
tahun 2010 menjadi seorang Hotri (Pemangku
Agni Hotra), menjelaskan bahwa
menurut kitab Rg.Veda.X.90 mantra
1-16 yang disebut dengan Purusa Sukta diceritakan
bahwa Agni Hotra bermula dari cerita
para Dewata yang mengadakan homa yadnya (Agni Hotra) dengan memakai tujuh buah kunda dan 21 macam persembahan.
Persembahan tersebut diantaranya adalah musim semi yang dipersembahkan sebagai
pengganti ghee , musim panas sebagai
kayu bakar, musim gugur dan musim hujan sebagai samagri dan sebagainya. Melalui yadnya itulah terciptanya alam
semesta beserta isinya, itu berarti bahwa Agni
Hotra diyakini sudah ada sebelum alam semesta ini diciptakan.Oleh karena
itu Agni Hotra merupakan puncak dari
segala yadnya (wawancara, Selasa
14 juni 2016).
Perkembangan Agni
Hotra di Bali sering dilaksanakan pada zaman kerajaan Klungkung (Gelgel).
Saat itu Agni Hotra pernah berkembang
dengan sangat baik, disitu pendeta kerajaan Dang Hyang Astapaka dan Dang Hyang
Nirartha bekerja sama melaksanakan Agni
Hotra. Dalam babad Dalem dijelaskan
seorang pendeta Siwa (Dang Hyang Nirartha) dan Sang Hyang Budha (Dang Hyang
Astapaka) yang ketika itu baru saja datang di Bali langsung menanyakan kepada
Dang Hyang Nirartha, mengapa Homa yadnya
belum dilaksanakan. Dang Hyang Nirartha yang masih terbilang paman dari Dang
Hyang Astapaka, menjawab bahwa “belum ada yang merestuinya”.Sekarang sudah ada
ananda yang merestuinya, maka segera saja kedua Dang Hyang tersebut memulai
upacara Homa.Pendeta Siwa
melaksanakan dengan api , sehingga dirinya diliputi oleh api namun tidak
terbakar, sedangkan Sang Pendeta Budha membuat api homanya di luar.
Api begitu besar menyala-nyala, tetapi laba – laba
mampu membuat sarang di atas api unggun seolah-olah tidak merasakan panasnya
api dan orang-orang kagum melihatnya(Nilon, 1994:4). Menurut hasil wawancara
dengan Nyoman Sugiartha selaku Pemangku
menjelaskan bahwa Agni Hotra ini
sudah dilaksanakan sejak zaman Rsi-Rsi dan Raja-Raja berkuasa, tetapi pada masa
berkuasanya Raja Dalem Waturenggong pernah terjadi kebakaran, ynag disebabkan
oleh api dari Agni Hotra yang terlalu
besar dan tidak terkontrol karena semua yajamana
khusuk dalam mengikuti Agni Hotra sehingga
membakar atap yang terbuat dari alang-alang. Semenjak saat itu Agni Hotra diperkecil menjadi pasepan,
dupa dan dipa.
Nyoman Sugiartha menambahkan bahwa Agni Hotra merupakan upacara ritual
agama Hindu yang tertua, Agni Hotra bukan
upacara baru melainkan sudah ada sejak zaman dahulu. Tetapi karena
kesalahan di masa lalu, yadnya ini
hampir punah dan saat ini Agni Hotra mulai
bangkit dan berkembang kembali. Ini bisa dibuktikan dengan melihat sisa-sisa
peninggalan sejarah dari upacara yang terdapat di beberapa Pura yang tersebar
di wilayah Bali (wawancara, Selasa 14
Juni 2016).
2.1.1
Sarana dan Prasarana Agni Hotra
Dalam
melaksanakan suatu upacara, khususnya Agni Hotra, hal-hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu adalah sarana dan prasarana Agni Hotra seperti peralatan,
bahan-bahannya baik berupa bahan padat maupun bahan cair.
- Kunda
2.
Bebantenan
3.
Kumbha-mela
(Kalasa/Kailasham)
4.
Arca
5.
Genta
6. Sendok
dan Tempat air
7. Kayu
Bakar
8.
Samagri
9. Daun,
Buah-buahan dan bunga
10. Nasi
Kepel
11. Madu
Parka
12. Kelapa
13. Panca Amritam
14. Minyak
2.1.2
Proses Pelaksanaan Agni Hotra
Adapun prosesi pelaksanaan Agni Hotra, yang telah dipersiapkan dengan segala sarana prasarana
yang diperlukan untuk persembahan kepada api suci yakni sebagai berikut :
1. Para
hadirin yang ikut serta dalam pelaksanaan Agni
Hotra, dipersilahkan untuk mengambil tempat duduk yang rapi dan untuk Yajamana atau sepasang suami istri yang
melaksanakan Agni Hotra dipersilahkan
untuk duduk di depan kunda karena
yajamana yang nantinya akan mempersembahakan persembahan kehadapan api suci
2. Agni Hotra diawali
dengan mempersembahkan sarana banten yang telah dipersiapkan seperti banten pejati, prayascitta dan canang.
3. Dilanjutkan
dengan duduk hening, saat itu hendaknya berdoa kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan manifestasi sebagai Dewa Agni agar beliau berkenan memimpin
yadnya yang hendak dilakukan , berkenaan untuk memberkati agar yadnya ini penuh
dengan berkah-Nya.
4. Acamanyam atau
meminum air suci yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan masing-masing orang
dan sudah diberikan mantra oleh Pandita.
5. Pemberian
Tilak.
6. Abhiseka arca
seperti Ganesha, Siwa, Linggam dan
sebagainya, dilengkapi dengan mempergunakan wastra dan mempersembahkan
persembahan seperti pejati dan canang, seperti
foto dibawah ini.

Foto
2.1 Pelaksanakan Abhiseka Ganesha
(Sumber
: Dokumentasi peneliti tahun 2016)
7.
Acamanyam
persembahan air suci Abhiseka,
wangsupada untuk tirta panglukatan serta
dilakukannya purwa daksina yakni mengelilingi
pekarangan rumah guna melakukan penyucian secara niskala.
8. Melaksanakan
puja kehadapan Dewa Agni sebelum
penyalaan api suci
9. Agnyadhana(Penyalaan
Api Suci di dalam Kunda). Agnyadhana adalah suatu proses dimana
api suci dipersiapkan untuk tujuan upacara agni
hotra. Proses ini diawali dengan pemahaman bahwa api suci hendaknya
diperoleh dengan cara yang baik.
10. Mengobarkan
Api Suci Ketika api suci telah diletakan ditengahkunda, dengan bantuan kamper dan
kayu bakar diharapkan api dapat segera menyala dengan baik. Namun perlu dijaga agar api cepat dapat
membakar kayu api, untuk itu api perlu
dikipasi(Batan dan Mudita, 2007: 99).
11. Persembahan
kayu bakar oleh yajamana
Dengan memasukkan kayu bakar ke dalam kunda yang menyala adalah merupakan
simbol dimana manusia dengan tulus iklas dan penuh kesadaran menyerahkan dan
membakar kebodohan untuk kemudian mendapat sinar suci Tuhan.
12. Pencipratan
air suci mengelilingi api suci di dalam kunda,
dari arah kiri ke kanan, dimulai dari timur, barat, utara dan selanjutnya dari
arah tenggara mengelilingi api suci.
13. Memberikan
persembahan kehadapan Dewa Agni
berupa samagri dan ghee kedalam api suci, seperti foto dibawah ini.

Foto
2.2Aktivitas persembahan ghee dan samagri
(Sumber
: Dokumentasi peneliti tahun 2016)
14. Persembahan ghee dan samagri kehadapan sembilan penjuru mata angin atau yang sering
dikenal dengan sebutan Dewata Nawa Sanga
15. Mempersembahkan
samagri, ghee, daun suci kehadapan Ista Dewata yang dipuja.
16.
Mempersembahkan
buah-buahan, panca amritam, daun suci
saat doaprasadham.
17. Persembahan
kehadapan para Bhuta berupa sepuluh
nasi kepel.
18.
Samskara
(acara inti) yaitu tujuan sang yajamana melaksanakan Agni Hotra yakni untuk mendapatkan kehamilan atau janin yang suci
sebelum melakukan hubungan suami istri agar janin tersebut bisa tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang suputra yang bisa menyelamatkan kedua orang tuanya
di dunia akhirat, dengan memepersembahkan ghee
dan samagri.
19. Doa
kedamaian agar seluruh alam semesta beserta isinya mendapatkan kedamaian dan
kebahagiaan. Dengan mengucapkan santih mantra dan tetap diikuti dengan
melakukan persembahan.
20. Swista krte mantra
yaitu mengucapkan doa permohonan maaf atas segala kekurangan yadnya yang telah
dilaksanakan, baik dari segi mantra, persembahan, sarana prasarana yang
digunakan disertai dengan mempersembahkan gula merah atau madu.
21. Memecahkan
kelapa yang dilakukan oleh sang yajamana
dan bagi para peserta yang membawa kelapa. Kelapa yang telah dipecahkan
dimasukkan kedalam api suci.
22. Penutup
persembahan kepada api suci dengan santih mantra.
23. Melakukan
sujud kepada Orang Tua dan tabur bunga untuk sang yajamana. Sujud merupakan
bentuk bhakti serta pengampunan terhadap Orang Tua dan Tabur bunga merupakan
simbol kebahagiaan dimana tujuan dari melaksanakan Agni Hotra bisa tercapai. Seperti foto dibawah ini:

Foto
2.3 Prosesi sujud kepada
Orang Tua
(Sumber
: Dokumentasi peneliti tahun 2016)
24.
Melakukan persembahyangan atau kramaning sembah (muspa).
25. Aarti yang
merupakan penghormatan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya dengan mempersembahkan api suci aarti , pembagian tirta dan abu suci Agni Hotra
(Wibhuti).
26. Ditutup
dengan duduk hening, yang bertujuan untuk menyerap energi Tuhan agar semuanya
mendapatkan anandam(kebahagiaan).
2.2 Estetika Hindu
Agama Hindu merupakan
unsur yang paling dominan sekaligus roh budaya masyarakat Bali. Agama Hindu
adalah sumber utama dari nilai-nilai yang menjiwai kebudayaan Bali. Setiap
kreativitas budaya Bali, termasuk kesenian, tidak akan bisa lepas dengan
ikatan-ikatan nilai luhur budaya Bali, terutama nilai-nilai estetika yang
bersumber dari agama Hindu.
Estetika (aesthetics) berasal dari kata aisthesis dalam bahasa Yunani (Dickie
1976) dapat diartikan sebagai rasa nikmat indah yang timbul melalui pencerapan
pancaindra. Ada banyak batasan yang telah diajukan oleh para ahli mengenai
estetika dan batasan yang diberikan itu berubah-ubah dari masa ke masa.
Perubahan ini berkaitan dengan pergeseran fokus dari disiplin ini sejalan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Apapun batasan yang
diberikan oleh para ahli, hampir semua mengarah ke satu arah yakni menyangkut
rasa indah yang membuat kita senang, masgul, terkesima, terpesona, bergairah
dan bersemangat.
Disadari atau tidak di
dalam kehidupan sehari-hari semua umat manusia yang masih terikat dengan
keduniawian membutuhkan keindahan. Ketika manusia tampil dan mengekspresikan
diri di depan sesamanya ia akan melakukan dan mewujudkannya ke dalam
bentuk-bentuk yang mempunyai nilai estetis. Kebutuhan manusia akan rasa
kenikmatan estetis telah mendorong mereka untuk terus
menciptakan objek-objek bernilai estetis. Estetika yang bertumpu kepada masalah
rasa akan selalu mengacu kepada dua sisi yang terkait yakni objektivitas dan
subyektivitas. Sisi yang pertama menyangkut realita atau kenyataan dari suatu
benda atau objek estetis, sedangkan sisi yang ke dua menyangkut kesan atau rasa
(lango) yang ditimbulkan oleh objek
tersebut. Oleh sebab itu hasil penilaian estetis yang optimal dapat dicapai
dengan memadukan kedua sisi objektif dan subjektif ini.
Estetika
Hindu pada intinya merupakan cara pandang mengenai rasa keindahan (lango) yang diikat oleh nilai-nilai
agama Hindu yang didasarkan atas ajaran-ajaran kitab suci weda. Ada beberapa
konsep yang menjadi landasan pokok dan dianggap penting dalam estetika Hindu
seperti; konsep kesucian, konsep kebenaran, dan konsep keseimbangan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Unsur-Unsur Satyam
dalam Agni Hotra
Agni
Hotra memiliki arti yang sama
dengan yadnya dalam Weda . Sebab pengertian yadnya dalam Weda adalah persembahan yang dituangkan
atau dimasukkan ke dalam api suci . Api Suci yang dimaksud adalah api yang
dihidupkan atau dikobarkan dalam kunda yang merupakan lambang pengorbanan .
Kitab Whraspati Tattwa.24 yang
menyatakan sebagai berikut :
Yajnah,ngaraning manghanaken homa.
Terjemahan:
Yadnya
artinya mengadakan Homa
Dalam kitab Agastya Parwa sloka
2b menjelaskan hal yang sama sebagai
berikut:
Yajna ngaranya
“Agnihotradi” kapujan Sang Hyang Siwagni
pinakadinya.
Terjemahan :
Yadnya, artinya Agni Hotra yang utama , yaitu pemujaan atau
persembahankepada Sang Hyang Siwa Agni
Dalam kepercayaan Hindu, Agni dipercaya sebagai dewa yang
bergelar pemimpin, dewa api, dan duta para dewa. Kata “Agni” sendiri merupakan kata dari bahasa sansekerta yang berarti
‘api’. Digambarkan sesuai dengan kepribadian yang dimilikinya, Agni digambarkan bertubuh berwarna merah
dan rambutnya bagaikan api yang berkobar. Agni
juga digambarkan berkepala dua dan selalu bersinar, bergigi emas, memiliki tiga
pasang mata, tujuh tangan, tujuh lidah, dua pasang tanduk, dan tiga kaki.Agni merupakan dewa yang mengendarai
biri-biri. Ciri-ciri yang dipaparkan tersebut memiliki arti dan filsafat
tersendiri. Kadangkala, penggambaran Agni
di suatu tempat dengan tempat lain berbeda, karena penggambaran juga
disesuaikan dengan presepsi masyarakat setempat.
Dewa
Agni sering disebut-sebut sebagai pemimpin
upacara dalam kitab suci Hindu yaitu Weda.Dewa
Agni bergelar sebagai Dewa Pemimpin Upacara Keagamaan.Dewa Agni pula yang diminta hadir dalam suatu upacara (terutama Agnihotra) sebagai duta para dewa yang
mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan.Dalam melaksanakan suatu upacara, Dewa Agni pula yang menjadi pendamping
para pendeta.Dewa Agni bergelar pula
sebagai Dewa Api. Dalam candi-candi dan lukisan-luksan, Dewa Agni digambarkan sebagai dewa yang memiliki rambut api yang
berkobar dan kepalanya selalu bersinar. Dalam kitab Mahabrata, Dewa Agni
adalah dewa yang membakar Hutan Kandhawa.
Bagi umat Hindu api memegang
peranan yang sangat penting . Setiap upacara keagamaan didahului dengan
menyalakan api . Kadang – kadang sarana yang lain seperti bunga, air, maupun
banten sering tidak dipergunakan tetapi pemakaian api benar-benar akan
diusahakan . Api selalu menimbulkan nyala yang baru, sinar cahayanya memancar ke segala penjuru , dapat memberi
penerangan pada setiap saat siang maupun malam hari. Hal ini menyebabkan api
dianggap sebagai penunjuk jalan , pembimbing, dan penolong bagi mereka yang
sedang dalam kesusahan dan kegelapan . Api dengan nyalanya yang berkobar- kobar
akan membakar apa saja yang dilempar kepadanya sehingga api dikatakan pembasmi
mala petaka.
Kitab Sarasamuscaya , sloka 177, disebutkan ;
Agnihotra phala, Vedadatta, Bhuktaphalam
dhanam
Terjemahn :
Inilah
yang harus dilakukan guna mempelajari Weda
, melaksanakan Agni
Hotra
, sedangkan gunanya harta untuk dinikmati dan didana puniakan
Dari
penjelasan diatas, maka pengertian Agni
Hotra adalah sebuah upacara persembahan atau ritual, dimana persembahan
dimasukkan atau dituangkan ke dalam api suci, karena keutamaan Dewa Agni disimbolkan dengan api suci .Dewa Agni dapat menyelesaikan upacara yang
memberi banyak kemuliaan.
3.2 Unsur-Unsur Siwam
dalam Agni Hotra
Yadnya adalah persembahan yang didasari oleh keyakinan (sraddha) yang diimplementasikan oleh
kesucian pikiran, kata, dan perbuatan (trikaya)
dengan sifat-sifat baik (subha
karma/daiwi sampad).Kesucian merupakan
pijakan dalam melaksanakan ajaran agama, oleh karena itu upacara yang bermakna
menyucikan hampir dapat dilihat pada setiap pelaksana yajña lebih-lebih pada tingkatan yajña yang lebih besar. Penyucian
merupakan suatu proses dalam mewujudkan suatu tujuan yang ingin dicapai untuk
menyucikan diri secara lahir dan batin, maka usaha untuk pengendalian diri
patut lebih ditingkatkkan melalui berbagai
upaya dan cara.
Agni Hotra
termasuk dalam Sattwika yadnya yakni yadnya yang
memang dalam pelaksanaannya tidak mengandung unsur darah, daging maupun yang lainnya yang bersifat
rajas serta tamas. Satwika adalah
keiklasan. Dalam upacara yadnya yang
dilaksanakan dengan keiklasan tanpa mengharapkan hasilnya, yang pelaksanaannya
disebutkan,
1.
Semata-mata sebagai suatu dharma kewajiban
yang patut dilaksanakan;
2.
Serta sesuai dengan sastranya.
3.
Seperti pengucapan sattwika mantra dalams totra yang
diucapkan guna memperoleh
pencerahan, sinar, kebijaksanaan, kasih sayang Tuhan tertinggi, cinta kasih dan
perwujudan Tuhan.
Upacara dan pengucapan mantra yang satvika ini baik dalam bentuk
alit, madya dan ageng yang sebaiknya dilaksanakan berdasarkan Tri Manggalaning Yadnya disebutkan akan memperoleh kedamaian, ketentraman dan kebahagiaanyaitu dengan cara :
1.
Persembahan yang tulus ikhlas dan
2.
Bhakti kepada Hyang Widhi.
Dari berbagai fungsi api, salah satunya adalah
pembasmi segala kekotoran baik secara sekala maupun niskala. Menyimak makna
sloka Bhagavadgita IX,26 mengingatkan
umat Hindu, agar setiap melakukan persembahan kepada Sang Hyang Widhi Wasa beserta dengan manifestasinya itu, perlu
mempersiapkan diri dengan suasana yang suci secara lahir dan batin. Demikian
pula dalam pemakain apa sebagai sarana upacara, maka diperlukan sarana api yang
telah suci. Atau sarana yang akan digunakan perlu disucikan terlebih dahulu,
mengingat fungsi api adalah sebagai pembasmi segala kekotoran dan pengusir roh
jahat. Dalam mantra astra mantra
dengan jelas ada yang menegaskan sebagai berikut:
“Om Am dhupa-dipa asrtaya namah”,
(Wedaparikrama:102)
Artinya:
Om,
suju kepada A (m), dupa (dan) dipa, astra (itu). Atau dapat pada pula
diartikan: Om Sang Hyang Widhi dengan
sinar suci-Mu sucikan diri hamba, (Arti dan fungsi Sarana Persembahyangan:69).
3.3 Unsur-Unsur Sundaram
dalam Agni Hotra
Dalam agama Hindu Keindahan (estetika) merupakan
hasil dari kreativitas manusia baik sengaja atau tidak, pada prinsipnya adalah
untuk memenuhi kepuasan bhatin atau rohani bagi pembuat banten itu sendiri dan
bagi masyarakat yang memakainya. Kehidupan manusia dalam kesehariannya selalu
memerlukan keindahan untuk memenuhi kepuasan bhatinnya, baik yang diperoleh
dari keindahan alami maupun keindahan karya manusia.Manusia tidak dapat
dipisahkan dengan keindahan (estetika), karena keindahan sebagai penyeimbang
logika manusia. Keindahan dan seni sebagai penghalus hidup manusia. Tanpa
keindahan (estetika), hidup manusia akan terasa kaku dan kehilangan nilai rasa.
Oleh karena itu kahadiran karya estetika sangat dibutuhkan manusia sebagai
penghalus rasa dalam kehidupannya.
Begitu pula dengan pelaksanaan Agni Hotra, nilai estetika atau nilai keindahannya sangat tinggi.
Misalkan dalam persiapan sarana prasarana seperti kunda yang dihias dengan berbagai macam bunga, sehingga memiliki
nilai keindahan tersendiri.Selain itu juga terdapat dalam prosesi tabur bunga.Sang Yajamana atau yang melaksanakan yadnya Agni Hotra akan ditaburi bunga
oleh para pandita beserta orang-orang
yang mengikuti Agni Hotra tersebut.
Prosesi tabur bunga bertujuan untuk mendoakan agar tercapainya tujuan dari Agni Hotra yakni penyucian alam semesta
yaitu Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Simpulan
Estetika
Hindu pada intinya merupakan cara pandang mengenai rasa keindahan (lango) yang diikat oleh nilai-nilai
agama Hindu yang didasarkan atas ajaran-ajaran kitab suci Weda. Ada beberapa
konsep yang menjadi landasan pokok dan dianggap penting dalam estetika Hindu
seperti; konsep kebenaran (Satyam),
konsep kesucian (Shiwam), dan konsep
keindahan (Sundaram). Seperti yang
dapat disimpulkan dalam pembahasan mengenai Agni
Hotra Kajian Estetika Hindu berikut
ini:
Konsep
kebenaran (Satyam) dalam Agni Hotra yakni terletak pada sumber dari pelaksanaan Agni Hotra tersebut. Seperti halnya dalam Kitab Whraspati Tattwa.24 , kitab Agastya Parwa sloka 2b dan lainnya.
Untuk itu kebenaran Agni Hotra sudah terdapat dalam sastra hindu lainnya.
Konsep
kesucian (Shiwam) pada intinya
menyangkut nilai-nilai ketuhanan yang juga mencakup yadnya dan taksu. Pada
dasarnya setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam Agama Hindu pasti memiliki
landasan pelaksanaan kegiatannya atau yang lebih dikenal dengan etika. Begitu
juga dalam setiap pelaksanaan atau pembuatan sarana yadnya.
Konsep
sundaram tiada lain merupakan unsur
atau nilai keindahan (estetika) dari kreativitas manusia baik sengaja atau
tidak, yang pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kepuasan bathin atau rohani (lango) bagi pembuat karya itu sendiri
dan bagi masyarakat penikmat. Begitu pula dengan
pelaksanaan Agni Hotra, nilai
estetika atau nilai keindahannya sangat tinggi. Misalkan dalam persiapan sarana
prasarana seperti kunda yang dihias
dengan berbagai macam bunga, sehingga memiliki nilai keindahan
tersendiri.Selain itu juga terdapat dalam prosesi tabur bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Jendra, I Wayan dan Titib , I Made , 1999. Agni Hotra Raha Upacara , Multifungsi , dan
Efektif . Surabaya : Paramita
Rencana, I Komang. 2014. Filosofis
Upacara Agni Hotra di Ashram Ayu Lakshmi Puja Bangli.Skripsi (Tidak diterbitkan)
Denpasar. UNHI
Sharma,
Arvind , 2000 . Agama Hindu .
Surabaya : Paramita
Sivananda,
Sri Swami , 1998 . Intisari Ajaran Hindu . Surabaya :
Paramita
Subartini,
Ni Made. 2007. Upacara Agni Hotra Yang Dilaksanakan Umat Hindu di Kedonganan.
Skripsi (tidak diterbitkan) Denpasar. IHDN
Titib,
I Made. 2001. Teologi Dan Simbol-Simbol
Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Triguna,
Ida Bagus Gede Yudha. 2000. Teori Tentang
Simbol. Denpasar: Widya Dharma.
Wiana, I Ketut. 1995. Yajnya dan Bhakti Dari Sudut
Pandang Hindu. Jakarta : PT. Pustaka Manikgeni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar