Sabtu, 13 Mei 2017

Upacara Agni Hotra Kajian Estetika Hindu


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Hindu adalah agama yang universal, dengan memberikan kebebasan kepada semua penganut-penganutnya untuk mengahayati dan merasakan sari-sari ajarannya sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan. Untuk sampai pada Sang Pencipta banyak jalan yang dapat ditempuh dalam agama Hindu, karena di dalam ajarannya tidak memaksakan dan mengharuskan untuk memilih satujalan, semua jalan itu dibenarkan asalkan sesuai dengan dharma, jalan yang ada ibarat untaian benang-benang yang terdiri dari berbagai macam warna yang tersusun begitu rapi dan indahnya, sehingga memberikan warna baru dalam kehidupan beragama tanpa perlu untuk dipertentangkan.
Keberadaan suatu agama yang diakui oleh pemerintah dan mempunyai perlindungan secara konstitusional harus memenuhi beberapa syarat, antara lain: mempunyai kitab suci, hari suci, orang suci, tempat suci, dan penganut agama tersebut. Agama Hindu sebagai sebuah agama yang tertua di Dunia sudah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menjadi suatu agama yang diakui dan dapat dipublikasikan dalam masyarakat.
Kerangka Agama Hindu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena sifatnya saling menyempurnakan .Tiga Kerangka Agama yang dimaksud yaitu Tattwa , Susila dan Acara , hal ini berarti bahwa dalam penerapan ajaran Agama Hindu itu, seseorang tidak boleh memahami ajaran Tattwa saja tanpa menerapkan Susila dan Acara. Demikian juga seseorang tidak dapat mengamalkan ajaran Agama Hindu yang baik apabila ia hanya melakukan upacara/ seremonial yang besar tanpa didasarkan dengan Susila dan Tattwa itu sendiri bahwasannya ketiga kerangka tersebut harus menyatu serta tidak ada yang menonjol. Dapat pula dinyatakan bahwa orang dapat melaksanakan ajaran Agama Hindu dengan baik apabila menerapkan ketiga kerangka agama tersebut yaitu Tattwa, Susila, dan Upacara
Belakangan ini, fenomena Agni Hotra kembali mencuat dengan nuansa baru.Pada awal kemunculan Agni Hotra, sekitar tahun 1990 Agni Hotra mulai merebak di wilayah Bali. Ada beberapa ragam Agni Hotra yang eksis sebelumnya, lengkap dengan misi kelompok atau pendaki spiritual perguruannya (Sampradaya), Chanda, bahan material yang digunakan beserta susunan upacara Agni Hotra. Filosofi Agni Hotra yang bersumber pada kitab suci Weda dan Purana membuat ketertarikan untuk membahas pelaksanaan serta tata cara upacara secara rinci dan sempurna. Semua upacara samskara (rangkaian upacara yang harus dijalani seseorang sebagai upaya pengingkatan kualitas rohani) yang digariskan dalam weda mulai dari yang terkait kehamilan, kelahiran, pemberian nama bayi, dan seterusnya sampai upacara saat seseorang meninggal dunia, diiringi dengan adanya korban suci api atau Agni Hotra ini.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah unsur-unsur Satyam dalam Agni Hotra?
2.      Bagaimanakah unsur-unsur Siwam dalam Agni Hotra?
3.      Bagaimanakah unsur-unsur Sundaram dalam Agni Hotra?












BAB II
KONSEP


2.1 Agni Hotra
Agni Hotra  berasal dari Bahasa Sansekerta  yang terdiri dari gabungan dua kata yakni  agni  dan  hotra. Agni berarti api dan  Hotra berarti persembahyangan atau melakukan persembahan. Menurut Jendra, Agni Hotra  merupakan upacara yadnya untuk memuja Tuhan dalam manifestasi Hyang Agni (1999:14) . Di dalam kitab suci Weda disebutkan bahwa pemujaan dengan Agni Hotra  mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan pemujaan dengan memakai arca atau gambar sebagai sarananya.
Pengalaman umat Hindu di Bali dalam kehidupan terhadap ajaran, sebagian besar diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan upacara.Upacara merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat Hindu, sebab upacara itu digunakan sebagai sarana untuk mengucapkan rasa syukur kehadapan Hyang Widhi Wasa atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya kepada kita.
            Agni Hotra memiliki arti yang sama dengan yadnya dalam Weda  . Sebab pengertian yadnya dalam Weda adalah persembahan yang dituangkan atau dimasukkan ke dalam api suci . Api Suci yang dimaksud adalah api yang dihidupkan atau dikobarkan dalam kunda yang merupakan lambang pengorbanan .
Menurut wawancara dengan Nyoman Sugiartha yang sejak tahun 2010 menjadi seorang Hotri (Pemangku Agni Hotra), menjelaskan bahwa menurut kitab Rg.Veda.X.90 mantra 1-16 yang disebut dengan Purusa Sukta diceritakan bahwa Agni Hotra bermula dari cerita para Dewata yang mengadakan homa yadnya (Agni Hotra) dengan memakai tujuh buah kunda dan 21 macam persembahan. Persembahan tersebut diantaranya adalah musim semi yang dipersembahkan sebagai pengganti ghee , musim panas sebagai kayu bakar, musim gugur dan musim hujan sebagai samagri dan sebagainya. Melalui yadnya itulah terciptanya alam semesta beserta isinya, itu berarti bahwa Agni Hotra diyakini sudah ada sebelum alam semesta ini diciptakan.Oleh karena itu Agni Hotra merupakan puncak dari segala yadnya (wawancara, Selasa 14 juni 2016).
Perkembangan Agni Hotra di Bali sering dilaksanakan pada zaman kerajaan Klungkung (Gelgel). Saat itu Agni Hotra pernah berkembang dengan sangat baik, disitu pendeta kerajaan Dang Hyang Astapaka dan Dang Hyang Nirartha bekerja sama melaksanakan Agni Hotra. Dalam babad Dalem dijelaskan seorang pendeta Siwa (Dang Hyang Nirartha) dan Sang Hyang Budha (Dang Hyang Astapaka) yang ketika itu baru saja datang di Bali langsung menanyakan kepada Dang Hyang Nirartha, mengapa Homa yadnya belum dilaksanakan. Dang Hyang Nirartha yang masih terbilang paman dari Dang Hyang Astapaka, menjawab bahwa “belum ada yang merestuinya”.Sekarang sudah ada ananda yang merestuinya, maka segera saja kedua Dang Hyang tersebut memulai upacara Homa.Pendeta Siwa melaksanakan dengan api , sehingga dirinya diliputi oleh api namun tidak terbakar, sedangkan Sang Pendeta Budha membuat api homanya di luar.
Api begitu besar menyala-nyala, tetapi laba – laba mampu membuat sarang di atas api unggun seolah-olah tidak merasakan panasnya api dan orang-orang kagum melihatnya(Nilon, 1994:4). Menurut hasil wawancara dengan Nyoman Sugiartha selaku Pemangku menjelaskan bahwa Agni Hotra ini sudah dilaksanakan sejak zaman Rsi-Rsi dan Raja-Raja berkuasa, tetapi pada masa berkuasanya Raja Dalem Waturenggong pernah terjadi kebakaran, ynag disebabkan oleh api dari Agni Hotra yang terlalu besar dan tidak terkontrol karena semua yajamana khusuk dalam mengikuti Agni Hotra sehingga membakar atap yang terbuat dari alang-alang. Semenjak saat itu Agni Hotra diperkecil menjadi pasepan, dupa dan dipa.
Nyoman Sugiartha menambahkan bahwa Agni Hotra merupakan upacara ritual agama Hindu yang tertua, Agni Hotra bukan upacara baru melainkan sudah ada sejak zaman dahulu. Tetapi karena kesalahan  di masa lalu, yadnya ini hampir punah dan saat ini Agni Hotra mulai bangkit dan berkembang kembali. Ini bisa dibuktikan dengan melihat sisa-sisa peninggalan sejarah dari upacara yang terdapat di beberapa Pura yang tersebar di wilayah Bali (wawancara, Selasa 14 Juni 2016).

2.1.1 Sarana dan Prasarana Agni Hotra
Dalam melaksanakan suatu upacara, khususnya Agni Hotra, hal-hal yang harus dipersiapkan terlebih dahulu adalah sarana dan prasarana Agni Hotra seperti peralatan, bahan-bahannya baik berupa bahan padat maupun bahan cair.
  1. Kunda
2.      Bebantenan
3.      Kumbha-mela (Kalasa/Kailasham)
4.      Arca
5.      Genta
6.      Sendok dan Tempat air
7.      Kayu Bakar
8.      Samagri
9.      Daun, Buah-buahan dan bunga
10.  Nasi Kepel
11.  Madu Parka
12.  Kelapa
13.  Panca Amritam
14.  Minyak

2.1.2 Proses Pelaksanaan Agni Hotra
Adapun prosesi pelaksanaan Agni Hotra, yang telah dipersiapkan dengan segala sarana prasarana yang diperlukan untuk persembahan kepada api suci yakni sebagai berikut :
1.      Para hadirin yang ikut serta dalam pelaksanaan Agni Hotra, dipersilahkan untuk mengambil tempat duduk yang rapi dan untuk Yajamana atau sepasang suami istri yang melaksanakan Agni Hotra dipersilahkan untuk duduk di depan kunda karena yajamana yang nantinya akan mempersembahakan persembahan kehadapan api suci
2.      Agni Hotra diawali dengan mempersembahkan sarana banten yang telah dipersiapkan seperti banten pejati, prayascitta dan canang.
3.      Dilanjutkan dengan duduk hening, saat itu hendaknya berdoa kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan manifestasi sebagai Dewa Agni agar beliau berkenan memimpin yadnya yang hendak dilakukan , berkenaan untuk memberkati agar yadnya ini penuh dengan berkah-Nya.
4.      Acamanyam atau meminum air suci yang terlebih dahulu sudah dipersiapkan masing-masing orang dan sudah diberikan mantra oleh Pandita.
5.      Pemberian Tilak.
6.      Abhiseka arca seperti Ganesha, Siwa, Linggam dan sebagainya, dilengkapi dengan mempergunakan wastra dan mempersembahkan persembahan seperti pejati dan canang, seperti foto dibawah ini.
Description: G:\foto\DSC_1140.JPG
Foto 2.1 Pelaksanakan Abhiseka Ganesha
(Sumber : Dokumentasi peneliti tahun 2016)

7.      Acamanyam persembahan air suci Abhiseka, wangsupada untuk tirta panglukatan serta dilakukannya purwa daksina yakni mengelilingi pekarangan rumah guna melakukan penyucian secara niskala.
8.      Melaksanakan puja kehadapan Dewa Agni sebelum penyalaan api suci
9.      Agnyadhana(Penyalaan Api Suci di dalam Kunda). Agnyadhana adalah suatu proses dimana api suci dipersiapkan untuk tujuan upacara agni hotra. Proses ini diawali dengan pemahaman bahwa api suci hendaknya diperoleh dengan cara yang baik.
10.  Mengobarkan Api Suci Ketika api suci telah diletakan ditengahkunda,  dengan bantuan kamper dan kayu bakar diharapkan api dapat segera menyala dengan baik.  Namun perlu dijaga agar api cepat dapat membakar kayu api,  untuk itu api perlu dikipasi(Batan dan Mudita,  2007:  99).
11.  Persembahan kayu bakar oleh yajamana
Dengan memasukkan kayu bakar ke dalam kunda yang menyala adalah merupakan simbol dimana manusia dengan tulus iklas dan penuh kesadaran menyerahkan dan membakar kebodohan untuk kemudian mendapat sinar suci Tuhan.
12.  Pencipratan air suci mengelilingi api suci di dalam kunda, dari arah kiri ke kanan, dimulai dari timur, barat, utara dan selanjutnya dari arah tenggara mengelilingi api suci.
13.  Memberikan persembahan kehadapan Dewa Agni berupa samagri dan ghee kedalam api suci, seperti foto dibawah ini.
Description: G:\foto\DSC_1272.JPG
Foto 2.2Aktivitas persembahan ghee dan samagri
(Sumber : Dokumentasi peneliti tahun 2016)
14.  Persembahan ghee dan samagri kehadapan sembilan penjuru mata angin atau yang sering dikenal dengan sebutan Dewata Nawa Sanga
15.  Mempersembahkan samagri, ghee, daun suci kehadapan Ista Dewata yang dipuja.
16.  Mempersembahkan buah-buahan, panca amritam, daun suci saat doaprasadham.
17.  Persembahan kehadapan para Bhuta berupa sepuluh nasi kepel.
18.  Samskara (acara inti) yaitu tujuan sang yajamana melaksanakan Agni Hotra yakni untuk mendapatkan kehamilan atau janin yang suci sebelum melakukan hubungan suami istri agar janin tersebut bisa tumbuh dan berkembang menjadi anak yang suputra yang bisa menyelamatkan kedua orang tuanya di dunia akhirat, dengan memepersembahkan ghee dan samagri.
19.  Doa kedamaian agar seluruh alam semesta beserta isinya mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan. Dengan mengucapkan santih mantra dan tetap diikuti dengan melakukan persembahan.
20.  Swista krte mantra yaitu mengucapkan doa permohonan maaf atas segala kekurangan yadnya yang telah dilaksanakan, baik dari segi mantra, persembahan, sarana prasarana yang digunakan disertai dengan mempersembahkan gula merah atau madu.
21.  Memecahkan kelapa yang dilakukan oleh sang yajamana dan bagi para peserta yang membawa kelapa. Kelapa yang telah dipecahkan dimasukkan kedalam api suci.
22.  Penutup persembahan kepada api suci dengan santih mantra.
23.  Melakukan sujud kepada Orang Tua dan tabur bunga untuk sang yajamana. Sujud merupakan bentuk bhakti serta pengampunan terhadap Orang Tua dan Tabur bunga merupakan simbol kebahagiaan dimana tujuan dari melaksanakan Agni Hotra bisa tercapai. Seperti foto dibawah ini:
Description: G:\foto\DSC_1349.JPG
Foto 2.3 Prosesi sujud kepada Orang Tua
(Sumber : Dokumentasi peneliti tahun 2016)
24.  Melakukan persembahyangan atau kramaning sembah (muspa).
25.  Aarti yang merupakan penghormatan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya dengan mempersembahkan api suci aarti , pembagian tirta dan abu suci Agni Hotra (Wibhuti).
26.  Ditutup dengan duduk hening, yang bertujuan untuk menyerap energi Tuhan agar semuanya mendapatkan anandam(kebahagiaan).
2.2 Estetika Hindu
Agama Hindu merupakan unsur yang paling dominan sekaligus roh budaya masyarakat Bali. Agama Hindu adalah sumber utama dari nilai-nilai yang menjiwai kebudayaan Bali. Setiap kreativitas budaya Bali, termasuk kesenian, tidak akan bisa lepas dengan ikatan-ikatan nilai luhur budaya Bali, terutama nilai-nilai estetika yang bersumber dari agama Hindu.
Estetika (aesthetics) berasal dari kata aisthesis dalam bahasa Yunani (Dickie 1976) dapat diartikan sebagai rasa nikmat indah yang timbul melalui pencerapan pancaindra. Ada banyak batasan yang telah diajukan oleh para ahli mengenai estetika dan batasan yang diberikan itu berubah-ubah dari masa ke masa. Perubahan ini berkaitan dengan pergeseran fokus dari disiplin ini sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Apapun batasan yang diberikan oleh para ahli, hampir semua mengarah ke satu arah yakni menyangkut rasa indah yang membuat kita senang, masgul, terkesima, terpesona, bergairah dan bersemangat.
Disadari atau tidak di dalam kehidupan sehari-hari semua umat manusia yang masih terikat dengan keduniawian membutuhkan keindahan. Ketika manusia tampil dan mengekspresikan diri di depan sesamanya ia akan melakukan dan mewujudkannya ke dalam bentuk-bentuk yang mempunyai nilai estetis. Kebutuhan manusia akan rasa kenikmatan estetis telah mendorong mereka untuk terus menciptakan objek-objek bernilai estetis. Estetika yang bertumpu kepada masalah rasa akan selalu mengacu kepada dua sisi yang terkait yakni objektivitas dan subyektivitas. Sisi yang pertama menyangkut realita atau kenyataan dari suatu benda atau objek estetis, sedangkan sisi yang ke dua menyangkut kesan atau rasa (lango) yang ditimbulkan oleh objek tersebut. Oleh sebab itu hasil penilaian estetis yang optimal dapat dicapai dengan memadukan kedua sisi objektif dan subjektif ini.
Estetika Hindu pada intinya merupakan cara pandang mengenai rasa keindahan (lango) yang diikat oleh nilai-nilai agama Hindu yang didasarkan atas ajaran-ajaran kitab suci weda. Ada beberapa konsep yang menjadi landasan pokok dan dianggap penting dalam estetika Hindu seperti; konsep kesucian, konsep kebenaran, dan konsep keseimbangan.












BAB III
PEMBAHASAN


3.1 Unsur-Unsur Satyam dalam Agni Hotra
Agni Hotra memiliki arti yang sama dengan yadnya dalam Weda  . Sebab pengertian yadnya dalam Weda adalah persembahan yang dituangkan atau dimasukkan ke dalam api suci . Api Suci yang dimaksud adalah api yang dihidupkan atau dikobarkan dalam kunda yang merupakan lambang pengorbanan . Kitab Whraspati Tattwa.24 yang menyatakan sebagai berikut :
      Yajnah,ngaraning manghanaken homa.
Terjemahan:
      Yadnya artinya mengadakan Homa
Dalam kitab Agastya Parwa sloka 2b menjelaskan  hal yang sama sebagai berikut:
Yajna ngaranya “Agnihotradi” kapujan Sang Hyang Siwagni
pinakadinya.
Terjemahan :
Yadnya, artinya Agni Hotra  yang utama , yaitu pemujaan atau persembahankepada Sang Hyang Siwa Agni

Dalam kepercayaan Hindu, Agni dipercaya sebagai dewa yang bergelar pemimpin, dewa api, dan duta para dewa. Kata “Agni” sendiri merupakan kata dari bahasa sansekerta yang berarti ‘api’. Digambarkan sesuai dengan kepribadian yang dimilikinya, Agni digambarkan bertubuh berwarna merah dan rambutnya bagaikan api yang berkobar. Agni juga digambarkan berkepala dua dan selalu bersinar, bergigi emas, memiliki tiga pasang mata, tujuh tangan, tujuh lidah, dua pasang tanduk, dan tiga kaki.Agni merupakan dewa yang mengendarai biri-biri. Ciri-ciri yang dipaparkan tersebut memiliki arti dan filsafat tersendiri. Kadangkala, penggambaran Agni di suatu tempat dengan tempat lain berbeda, karena penggambaran juga disesuaikan dengan presepsi masyarakat setempat.
Dewa Agni sering disebut-sebut sebagai pemimpin upacara dalam kitab suci Hindu yaitu Weda.Dewa Agni bergelar sebagai Dewa Pemimpin Upacara Keagamaan.Dewa Agni pula yang diminta hadir dalam suatu upacara (terutama Agnihotra) sebagai duta para dewa yang mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan.Dalam melaksanakan suatu upacara, Dewa Agni pula yang menjadi pendamping para pendeta.Dewa Agni bergelar pula sebagai Dewa Api. Dalam candi-candi dan lukisan-luksan, Dewa Agni digambarkan sebagai dewa yang memiliki rambut api yang berkobar dan kepalanya selalu bersinar. Dalam kitab Mahabrata, Dewa Agni adalah dewa yang membakar Hutan Kandhawa.
Bagi umat Hindu api memegang peranan yang sangat penting . Setiap upacara keagamaan didahului dengan menyalakan api . Kadang – kadang sarana yang lain seperti bunga, air, maupun banten sering tidak dipergunakan tetapi pemakaian api benar-benar akan diusahakan . Api selalu menimbulkan nyala yang baru, sinar cahayanya  memancar ke segala penjuru , dapat memberi penerangan pada setiap saat siang maupun malam hari. Hal ini menyebabkan api dianggap sebagai penunjuk jalan , pembimbing, dan penolong bagi mereka yang sedang dalam kesusahan dan kegelapan . Api dengan nyalanya yang berkobar- kobar akan membakar apa saja yang dilempar kepadanya sehingga api dikatakan pembasmi mala petaka.
Kitab Sarasamuscaya , sloka 177, disebutkan ;
      Agnihotra phala, Vedadatta, Bhuktaphalam dhanam
Terjemahn :
      Inilah yang harus dilakukan guna mempelajari Weda  , melaksanakan Agni
Hotra , sedangkan gunanya harta untuk dinikmati dan didana puniakan



Dari penjelasan diatas, maka pengertian Agni Hotra adalah sebuah upacara persembahan atau ritual, dimana persembahan dimasukkan atau dituangkan ke dalam api suci, karena keutamaan Dewa Agni disimbolkan dengan api suci .Dewa Agni dapat menyelesaikan upacara yang memberi banyak kemuliaan.

3.2 Unsur-Unsur Siwam dalam Agni Hotra
Yadnya adalah persembahan yang didasari oleh keyakinan (sraddha) yang diimplementasikan oleh kesucian pikiran, kata, dan perbuatan (trikaya) dengan sifat-sifat baik (subha karma/daiwi sampad).Kesucian merupakan pijakan dalam melaksanakan ajaran agama, oleh karena itu upacara yang bermakna menyucikan hampir dapat dilihat pada setiap pelaksana yajña lebih-lebih pada tingkatan yajña yang lebih besar. Penyucian merupakan suatu proses dalam mewujudkan suatu tujuan yang ingin dicapai untuk menyucikan diri secara lahir dan batin, maka usaha untuk pengendalian diri patut  lebih ditingkatkkan melalui berbagai upaya dan cara.
Agni Hotra termasuk dalam Sattwika yadnya  yakni yadnya yang memang dalam pelaksanaannya tidak mengandung unsur darah,  daging maupun yang lainnya yang bersifat rajas serta tamas. Satwika adalah keiklasan. Dalam upacara yadnya yang dilaksanakan dengan keiklasan tanpa mengharapkan hasilnya, yang pelaksanaannya disebutkan,
1.      Semata-mata sebagai suatu dharma kewajiban yang patut dilaksanakan;
2.      Serta sesuai dengan sastranya.
3.      Seperti pengucapan sattwika mantra dalams totra yang diucapkan guna memperoleh pencerahan, sinar, kebijaksanaan, kasih sayang Tuhan tertinggi, cinta kasih dan perwujudan Tuhan.
Upacara dan pengucapan mantra yang satvika ini baik dalam bentuk alit, madya dan ageng yang sebaiknya dilaksanakan berdasarkan Tri Manggalaning Yadnya disebutkan akan memperoleh kedamaian, ketentraman dan kebahagiaanyaitu dengan cara :


1.       Persembahan yang tulus ikhlas dan
2.       Bhakti kepada Hyang Widhi.

Dari berbagai fungsi api, salah satunya adalah pembasmi segala kekotoran baik secara sekala maupun niskala. Menyimak makna sloka Bhagavadgita IX,26 mengingatkan umat Hindu, agar setiap melakukan persembahan kepada Sang Hyang Widhi Wasa beserta dengan manifestasinya itu, perlu mempersiapkan diri dengan suasana yang suci secara lahir dan batin. Demikian pula dalam pemakain apa sebagai sarana upacara, maka diperlukan sarana api yang telah suci. Atau sarana yang akan digunakan perlu disucikan terlebih dahulu, mengingat fungsi api adalah sebagai pembasmi segala kekotoran dan pengusir roh jahat. Dalam mantra astra mantra dengan jelas ada yang menegaskan sebagai berikut:
Om Am dhupa-dipa asrtaya namah”, (Wedaparikrama:102)
Artinya:
Om, suju kepada A (m), dupa (dan) dipa, astra (itu). Atau dapat pada pula diartikan: Om Sang Hyang Widhi dengan sinar suci-Mu sucikan diri hamba, (Arti dan fungsi Sarana Persembahyangan:69).


3.3 Unsur-Unsur Sundaram dalam Agni Hotra
Dalam agama Hindu Keindahan (estetika) merupakan hasil dari kreativitas manusia baik sengaja atau tidak, pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kepuasan bhatin atau rohani bagi pembuat banten itu sendiri dan bagi masyarakat yang memakainya. Kehidupan manusia dalam kesehariannya selalu memerlukan keindahan untuk memenuhi kepuasan bhatinnya, baik yang diperoleh dari keindahan alami maupun keindahan karya manusia.Manusia tidak dapat dipisahkan dengan keindahan (estetika), karena keindahan sebagai penyeimbang logika manusia. Keindahan dan seni sebagai penghalus hidup manusia. Tanpa keindahan (estetika), hidup manusia akan terasa kaku dan kehilangan nilai rasa. Oleh karena itu kahadiran karya estetika sangat dibutuhkan manusia sebagai penghalus rasa dalam kehidupannya.
Begitu pula dengan pelaksanaan Agni Hotra, nilai estetika atau nilai keindahannya sangat tinggi. Misalkan dalam persiapan sarana prasarana seperti kunda yang dihias dengan berbagai macam bunga, sehingga memiliki nilai keindahan tersendiri.Selain itu juga terdapat dalam prosesi tabur bunga.Sang Yajamana atau yang melaksanakan yadnya Agni Hotra akan ditaburi bunga oleh para pandita beserta orang-orang yang mengikuti Agni Hotra tersebut. Prosesi tabur bunga bertujuan untuk mendoakan agar tercapainya tujuan dari Agni Hotra yakni penyucian alam semesta yaitu Bhuana Agung dan Bhuana Alit.






BAB IV
PENUTUP


1.1  Simpulan
Estetika Hindu pada intinya merupakan cara pandang mengenai rasa keindahan (lango) yang diikat oleh nilai-nilai agama Hindu yang didasarkan atas ajaran-ajaran kitab suci Weda. Ada beberapa konsep yang menjadi landasan pokok dan dianggap penting dalam estetika Hindu seperti; konsep kebenaran (Satyam), konsep kesucian (Shiwam), dan konsep keindahan (Sundaram). Seperti yang dapat disimpulkan dalam pembahasan mengenai Agni Hotra  Kajian Estetika Hindu berikut ini:
Konsep kebenaran (Satyam) dalam Agni Hotra  yakni terletak pada sumber dari pelaksanaan Agni Hotra   tersebut. Seperti halnya dalam Kitab Whraspati Tattwa.24 , kitab Agastya Parwa sloka 2b dan lainnya. Untuk itu kebenaran Agni Hotra  sudah terdapat dalam sastra hindu lainnya.
Konsep kesucian (Shiwam) pada intinya menyangkut nilai-nilai ketuhanan yang juga mencakup yadnya dan taksu. Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam Agama Hindu pasti memiliki landasan pelaksanaan kegiatannya atau yang lebih dikenal dengan etika. Begitu juga dalam setiap pelaksanaan atau pembuatan sarana yadnya.
Konsep sundaram tiada lain merupakan unsur atau nilai keindahan (estetika) dari kreativitas manusia baik sengaja atau tidak, yang pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kepuasan bathin atau rohani (lango) bagi pembuat karya itu sendiri dan bagi masyarakat penikmat. Begitu pula dengan pelaksanaan Agni Hotra, nilai estetika atau nilai keindahannya sangat tinggi. Misalkan dalam persiapan sarana prasarana seperti kunda yang dihias dengan berbagai macam bunga, sehingga memiliki nilai keindahan tersendiri.Selain itu juga terdapat dalam prosesi tabur bunga.


DAFTAR PUSTAKA

Jendra, I Wayan dan Titib , I Made , 1999. Agni Hotra Raha Upacara , Multifungsi , dan Efektif . Surabaya : Paramita
Rencana, I Komang. 2014. Filosofis Upacara Agni Hotra di Ashram Ayu Lakshmi Puja Bangli.Skripsi (Tidak diterbitkan) Denpasar. UNHI

Sharma, Arvind , 2000 . Agama Hindu . Surabaya : Paramita

Sivananda, Sri Swami , 1998 .  Intisari Ajaran Hindu . Surabaya : Paramita

Subartini, Ni Made. 2007. Upacara Agni Hotra Yang Dilaksanakan Umat Hindu di Kedonganan. Skripsi (tidak diterbitkan) Denpasar. IHDN

Titib, I Made. 2001. Teologi Dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Triguna, Ida Bagus Gede Yudha. 2000. Teori Tentang Simbol. Denpasar: Widya Dharma.

Wiana, I Ketut. 1995. Yajnya dan Bhakti Dari Sudut Pandang Hindu. Jakarta : PT. Pustaka Manikgeni


Tidak ada komentar:

Posting Komentar