BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebagaimana diketahui bahwa yang hendak dituju
oleh pendidikan agama Hindu ialah pendidikan yang menuju kepada pembentukan
manusia seutuhnya, yaitu sehat dan sejahtera lahir batin, atau pencapaian
kondisi yang serasi, selaras, seimbang, dan harmonis antara jasmani dan rohani,
lahir dan batin serta dunia dan akhirat, yang di dalam agama Hindu disebut moksartham jagadhita. Tujuan pendidikan
mengacu juga kepada tujuan politik ideologi bangsa, sebagaimana diamanatkan
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem Pendidikan Nasional telah
merumuskan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan, yaitu pendidikan yang
didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Fungsinya adalah
mengembangkan kemajuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Sedangkan tujuannya adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan. Rumusan ini merupakan penjabaran dari politik ideologi nasional
ke dalam sektor pendidikan. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor pendidikan
adalah aspek dari pembangunan politik bangsa, yang tidak lain sebagai
konsistensi antara arah politik dengan cetak biru pembangunan bangsa yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Tilaar, 2003:161). Dengan
demikian, masyarakat modern adalah masyarakat yang mengacu pada kualitas dalam
segala aspek kehidupan, yaitu kualitas yang sesuai dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan hal itu juga, pendidikan Agama Hindu
dalam mendukung tujuan nasional hendaknya memperioritaskan kepada peningkatkan
kualitas pendidikan itu sendiri sejalan dengan paradigma pendidikan masa depan.
Pemberian prioritas ini sangat berkaitan dengan peningkatan kualitas sistem
pendidikan itu sendiri dan memberi kesempatan kepada setiap orang untuk
mengembangkan minat, bakat dan potensinya sesuai dengan kemampuannya. Oleh
karena itu, pendidikan merupakan landasan utama bagi tumbuhnya tingkat
pengetahuan dan penghayatan serta rasa keagamaan yang mantap. Usaha ini tentu
saja harus mendapat perhatian utama dalam dunia pendidikan yang dilandasi oleh
ajaran agama sebagaimana dinyatakan dalam kitab Veda.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut.
1.
Bagaimanakah esensi dan urgensi
Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme ?
2.
Bagaimanakah pentingnya Pendidikan Agama
Hindu dalam membangun kepribadian humanisme ?
3.
Bagaimanakah tantangan Pendidikan Agama
Hindu dalam membangun kepribadian humanisme ?
1.3 Manfaat dan Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas dapat ditarik manfaat dan tujuan penulisan sebagai
berikut:
- Mengetahui esensi dan urgensi Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme.
- Mengetahui pentingnya Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme.
- Mengetahui tantangan Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Esensi dan urgensi
Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme
Pendidikan agama Hindu memiliki fungsi sebagai
motivator dan dinamisator yang dapat mendorong kreativitas mahasiswa untuk
berbuat baik dan benar dalam mencapai tujuan hidup, sebagaimana dirumuskan di
dalam Veda yaitu moksartham jagadhitaya ca iti dharma, yang artinya
bahwa dengan memahami, menghayati, dan mengamalkan
agama Hindu, maka tujuan hidup yaitu sejahtera lahir dan batin, dunia dan
akhirat akan tercapai. Karena demikian maka esensi dan urgensi peran pendidikan
agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi dapat dikatakan bahwa betapa besar
fungsi agama Hindu ini dalam membangun karakter anak bangsa, terutama dari segi
etika, moral dan spiritualnya, yang dikembangkan dalam sikap hidup
kesehariannya, sehingga tujuan hidupnya tercapai. Pembelajaran pendidikan agama
Hindu di tingkat pendidikan tinggi, para mahasiswa perlu didorong untuk selalu
meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agamanya, sehingga
mereka mampu mewujudkan tujuan hidupnya, yaitu hidup sejahtera, rukun, damai dan
bahagia. Pembelajaran pendidikan agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi
memiliki landasan historis, sosiologis, politik dan filosofis.
Secara historis, penyelenggaraan pendidikan
agama Hindu sebelum adanya sekolah-sekolah formal, pendidikan agama Hindu
dilaksanakan di pasraman-pasraman (ashram-ashram), di pedepokan-pedepokan, dan
di tempat-tempat suci (Pura) di seluruh Indonesia. Pada masa pra penjajahan,
pendidikan agama Hindu ini ditangani oleh gurutiga
yang juga tri tunggal, yaitu guru wisesa (kepala pemerintahan atau
raja), guru pengajian, yaitu guru
yang berwenang memberikan tuntunan dalam kehidupan spiritual, susila, dan acara
keagamaan (bhagavanta, bhagavan, pasiwan atau pasurya); dan guru rupaka, guru yang berwenang mengarahkan pendidikan dalam keluarga. Dengan datangnya sistem
pendidikan sekolah (formal) yang dibawa oleh para penjajah maka pendidikan
agama juga diadakan di sekolah-sekolah di samping di ashram-ashram. Sistem
pendidikan ashram atau pasraman ini berkembang sampai sekarang, sebagai tempat
untuk lebih memperkaya atau memperdalam pemahaman dan penguasaan ajaran agama
Hindu. Pendidikan melalui ashram ini pada awalnya banyak berkembang di Bali dan
Nusa Tenggara Barat, dan setelah itu berkembang juga di daerah-daerah lain di
Indonesia, baik formal maupun non formal.
Sesuai dengan kodratnya, manusia dalam
kehidupannya tidak bisa lepas dari empat unsur yang selalu menyertainya, yaitu
sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk alam, makhluk individu dan sebagai
makhluk sosial (Sanjaya, 2002: 26). Empat bentuk kodrat ini diharapkan berjalan
secara seimbang tanpa ada yang mendominasi agar manusia dapat mencapai tujuan
hidup. Agama Hindu dengan konsep keseimbangan (swastika), menganjurkan manusia agar selalu menjaga keharmonisan
hubungannya, baik secara vertikal (sebagai makhluk Tuhan dan makhluk alam),
maupun secara horizontal (sebagai makhluk individu dan makhluk sosial),
sehingga roda kehidupan dapat berputar secara seimbang dan harmoni.
Secara politis, proses pembelajaran agama Hindu
di tingkat pendidikan tinggi sangat berkaitan dengan proses pembentukan
nilai-nilai keagamaan kepada mahasiswa, yang harus dapat diwujudkan ke dalam
bentuk pola perilaku dan pola pikir. Kreativitas berpikir menjadi bekal utama
dan sangat menentukan kehandalan menghadapi perubahan. Bukankah dalam hidup
mesti berpikir, karena dengan pikiran dapat menyiasati masalah-masalah
kehidupan ini. Manusia dikatakan sebagai makhluk utama karena mampu berpikir,
memiliki akal dan budhi dan mampu meningkatkan kualitas dirinya. Pikiran
merupakan sumber dari segala sumber baik dan buruknya kata-kata maupun
perbuatan. Agama telah mengajarkan fakta tersebut beribu-ribu tahun lalu.
Maitri Upanisad IV.34 menjelaskan tentang apa yang dipikirkan manusia begitulah
yang terjadi. Dengan demikian secara filosofi bisa dipahami mengapa
makhluk-makhluk berpikir pertama yang muncul diawal peradaban disebut manu. Produk-produk pikiran mereka
menciptakan nilai-nilai kemanusian dan menjadi dasar peradaban.
Melalui pendidikan agama Hindu ini, perlu dibangun
karakter mahasiswa yang berperadaban menuju sumber daya manusia yang memiliki
kepribadian berkualitas dan berdaya saing yang unggul. Pembentukan karakter ke
arah itu menuju ke arah kepribadian kerja keras, berani memikul resiko,
berdisiplin, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berwawasan jauh ke
depan, bersahaja, bersikap konstruktif, bersemangat, pandai bersyukur,
bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis,
efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, mandiri, mawas diri,
menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf,
memurah, pengabdi, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, rasa kasih
sayang, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, setia, sikap adil,
sikap hormat, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas,
tekun, tepat janji, terbuka, ulet (Titib,
2004: 34).
Proses pembelajaran pendidikan agama Hindu di
Perguruan Tinggi perlu juga diarahkan kepada peningkatan kepercayaan dan ketakwaan
mahasiswa kepada Tuhan Yang Maha Esa, peningkatan pemahaman, penghayatan dan
pengamalan ajaran agama yang dianut, serta meningkatkan kerukunan hidup umat
beragama, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kerukunan hidup beragama
yang harus ditingkatkan adalah kerukunan intern umat beragama (kerukunan family, kerukunan territorial, kerukunan
fungsional, kerukunan universal), kerukunan antar umat yang berbeda agama, dan
kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah (Wiana, 1997: 78).
Pendidikan agama Hindu di Perguruan Tinggi yang
penyelenggaraannya didasarkan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945,
dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mampu memberikan kontribusi
yang positif dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional, terutama dalam
peningkatan etika, moral dan spiritual serta mencerdaskan anak bangsa.
2.2 Pentingnya Pendidikan
Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme
Mata kuliah pendidikan agama Hindu memegang
peranan penting dan harus diberikan kepada para mahasiswa di bangku kuliah
untuk menumbuhkan sikap hidup yang selaras, serasi dan seimbang, baik secara
lahir dan batin, jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, maupun secara individu
dan sosial. Prakarsa untuk melaksanakan pendidikan Agama Hindu di tingkat
pendidikan tinggi memiliki landasan historis, sosiologis, politik dan
filosofis. Secara historis penyelenggaraan pendidikan agama Hindu sejak awalnya
dilaksanakan secara non formal. Seiring dengan tuntutan tujuan pembangunan
nasional terutama dalam peningkatan kualitas etika, moral, dan spritual serta
membangun peradaban bangsa, maka secara berangsur-angsur pendidikan agama Hindu
diselenggarakan secara formal, di samping secara non formal dan informal.
Demikian pula dalam menggali landasan politis,
pendidikan agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi, diharapkan mampu
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas anak bangsa yang handal,
mandiri dan mampu bersaing secara global. Karakter manusia yang dibangun
melalui pendidikan agama Hindu di tingkat pendidikan tinggi, sejalan dengan
tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan sraddha dan bhakti (iman
dan takwa) kepada Tuhan Yang Maha Esa, mempertinggi budi pekerti, memperkuat
kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan, mengembangkan kemampuan,
membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Secara sosiologis, pendidikan agama Hindu yang
mengarah kepada pembentukan kepribadian mahasiswa diarahkan pada penumbuhan
kesadarannya, bahwa secara kodrati hidup manusia tidak bisa lepas dari
aspek-aspek baik sebagai makhluk Tuhan, makhluk alam, makhluk individu, dan
makhluk sosial. Terhadap keempat aspek inilah, manusia harus hidup dan mampu
mengembangkan diri yang selaras, serasi dan seimbang serta harmonis. Karena
dengan itu, manusia akan mampu mencapai tujuan hidup. Selanjutnya, dari aspek
filosofis, pendidikan agama Hindu mendasarkan pada peningkatan kualitas hakikat
hidup manusia itu sendiri, yang intinya menjelma ke dunia adalah dalam rangka
meningkatkan kualitas jati dirinya, dengan jalan berbuat baik (dharma).
Tujuan hidup manusia menurut agama Hindu adalah
luhur dan mulia, yaitu membebaskan diri dari belenggu kehidupan yang dianggap
maya. Melalui pendidikan agama, manusia akan mampu meningkatkan kesadaran
dirinya dan membebaskannya dari belenggu itu. Atas dasar itulah, maka
pendidikan agama Hindu utamanya pada tingkat pendidikan tinggi harus diberikan.
Tujuannya adalah agar para mahasiswa memiliki pemahaman, dan penghayatan agama
yang baik dan benar yang harus diaplikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Diyakini bahwa dengan agama Hindu maka tujuan hidup akan tercapai.
Untuk itu, di tingkat pendidikan tinggi, agama
Hindu tidak cukup hanya dipelajari sebagai pengetahuan atau pemahaman saja,
akan tetapi harus diamalkan oleh setiap mahasiswa, sehingga para mahasiswa
benar-benar dapat mencerminkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman
dan kedamaian yang dilandasi dan dijiwai oleh ajaran agama. Para mahasiswa
dituntut untuk senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan ajaran agama, dan
memiliki sifat, sikap dan budi pekerti yang luhur serta berkepribadian mulia
yang dicerminkan dalam kehidupannya, baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Mahasiswa harus menyadari, akan pentingnya
pendidikan Agama Hindu bagi dirinya, karena pendidikan agama berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan budi pekerti dan kepribadiannya.. Itulah
sebabnya pendidikan agama benar-benar urgen dan perlu dipelajari sedini
mungkin, sejak sekolah dasar sampai pada tingkat pendidikan tinggi untuk
membangun dan mengembangkan kepribadian yang luhur. Pendidikan agama harus
ditumbuhkembangkan di bangku kuliah. Bagi mahasiswa diharapkan dapat menjadi
suri teladan dalam pelaksanaan dan pengamalan ajaran agama pada kehidupan
sehari-harinya. Intinya, mahasiswa diharapkan benar-benar menjadi orang yang
beragama, dapat hidup tentram dan bahagia yang didasari dan dilandasi sraddha dan bhakti (keimanan dan ketakwaan) kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Secara historis, perkembangan agama Hindu pada
awalnya dilaksanakan secara tradisional melalui pendidikan pasraman. Penerapan
pendidikan, sebelum mulai belajar, maka diawali dengan suatu upacara keagamaan
yang disebut upacara upanyana, dimana
seorang guru atau nabe meletakkan
telapak tangannya pada ubun-ubun
seorang murid atau sisya sebagai
simbol pencurahan seluruh personalite
kepada sisya (murid/siswa). Azas
pendidikannya bersifat kekeluargaan. Pencurahan kasih sayang antara Acharya dengan sisya sudah melekat, bagaikan anak dengan orang tua. Batasan umur
sisya, tidak merupakan kriteria yang kaku. Setiap orang pada dasarnya dapat
masuk pada waktu yang dianggap baik untuk memulai masuk sekolah. Sisya (murid)
diharuskan mengikuti dan mentaati peraturan yang berlaku.
Perkembangan pendidikan Hindu selanjutnya
mengikuti gerak situasi perkembangan sejarah pendidikan di Indonesia, baik pada
masa kerajaan, masa penjajahan, maupun setelah kemerdekaan bangsa Indonesia.
Seterusnya sampai pada zaman modern ini. Pendidikan agama Hindu menganut konsep
trisentra pendidikan, yaitu pendidikan keluarga (guru rupaka) sebagai pendidikan informal, pendidikan di sekolah (guru
pengajian) sebagai pendidikan formal, dan pendidikan masyarakat atau
pemerintah (guru wisesa) sebagai
pendidikan non formal. Pelaksanaan pendidikan secara non formal disebut dengan pasraman, sedangkan pelaksanaan
pendidikan formal dapat dilakukan di sekolah-sekolah baik negeri maupun swasta.
2.3 Tantangan
Pendidikan Agama Hindu dalam membangun kepribadian humanisme
Di era demokrasi ini tantangan dalam dunia
pendidikan sangat besar, terutama bagi profesi pendidik. Dengan adanya situasi
masyarakat yang lebih demokratis, sistem pendidikan mengalami perubahan. Model
pendekatan yang sebelumnya cenderung sangat otoriter, dengan asumsi bahwa
pendidik tahu segala-galanya, tampaknya tidak mungkin diberlakukan lagi.
Pendekatan pendidikan dewasa ini diharapkan lebih demokratis. Pendidikan adalah
suatu proses, yaitu proses dalam membentuk manusia Indonesia yang memiliki
kepribadian utuh, yaitu utuh secara lahir dan batin, atau utuh secara jasmani
dan rohani.
Pendidikan sangat berkaitan dengan pembangunan
nasional yang diarahkan kepada terbinanya manusia Indonesia seutuhnya. Acuan
normatif terhadap arah pembangunan ini, menggambarkan cita-cita yang ingin
dicapai bangsa Indonesia melalui pembangunan nasional yang relevan dengan
kerangka budaya dan sistem nilai bangsa Indonesia yang sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukankah konsep manusia seutuhnya
mengandung pengertian bahwa manusia adalah sosok makhluk Tuhan yang senantiasa
berinteraksi dengan alam, budaya, dan nilai-nilai kemanusiaan serta keyakinan
terhadap ajaran agama.
Kesadaran akan nilai-nilai keagamaan yang tinggi
di kalangan masyarakat menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
religius. Nilai-nilai keagamaannya itu sedapat mungkin tercermin dalam sikap
dan pola perilaku keagamaannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam fungsinya,
agama memberikan tuntunan terhadap semua perilaku dan tindakan kita. Sehubungan
dengan pembinaan sumber daya manusia, khususnya terhadap para generasi muda,
melalui pelaksanaan pendidikan di tingkat pendidikan tinggi ini dapat
disampaikan dan ditanamkan pesan moral serta nilai-nilai yang berharga seperti
kejujuran, sopan santun, kedisiplinan, kerja keras, kebersamaan, keikhlasan,
kerukunan, persatuan dan kesatuan,nasionalisme, idealisme, patriotisme,
kearifan lingkungan, integrasi bangsa, harmoni antara kewajiban dan hak,
penegakan hukum yang berkeadilan, gender dan lain sebagainya.
Nilai-nilai keagamaan itu sangat perlu
dikembangkan di dunia pendidikan. Pendidikan adalah proses membimbing kegiatan
belajar atau menyampaikan pengetahuan kepada mahasiswa atau kepada generasi
muda melalui lembaga pendidikan di sekolah. Pendidikan bertujuan untuk
membentuk manusia yang cakap, berbudaya, mandiri dan mampu mengembangkan sikap
hidup bersama, serta mengubah tingkah laku peserta didik ke dalam hal-hal yang
positif dan konstruktif (Sanjaya, 2002:27). Pesan dan nilai-nilai sosial
keagamaan yang bisa disampaikan melalui proses pendidikan di tingkat pendidikan
tinggi ini dapat mempengaruhi perbuatan dan perilaku mereka yang pada
gilirannya bisa pula dijadikan pedoman atau acuan untuk menghadapi beragam
persoalan yang muncul di lingkungan hidup kesehariannya.
Karena demikian, pendidikan ini merupakan sebuah
proses pembinaan yang memiliki fungsi penting dalam upaya mentransformasikan
ilmu pengetahuan kepada para mahasiswa. Pendidikan merupakan proses
pembelajaran kepada mahasiswa untuk mendewasakan dirinya dalam menjalankan
hidup, dimana dalam hidup ini banyak kasus-kasus atau permasalahan-permasalahan
yang akan dihadapi. Dengan pendidikan ini diharapkan para mahasiswa mampu
memecahkan permasalahan yang dihadapinya dengan menggunakan kemampuan logika
yang tersusun secara sistematis dalam kerangka berpikir dengan menggunakan
analitis, kreatif, dan inovatif. Di samping itu pendidikan yang diselenggarakan
di tingkat pendidikan tinggi diharapkan mampu memainkan peran untuk dapat
membentuk kepribadian manusia yang cerdas, intelektual, berbudi pekerti yang
luhur dan berakhlak mulia serta memiliki sradha
dan bhakti kepada Hyang Widhi (Tuhan
Yang Maha Esa).
Berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II pasal 3, dinyatakan bahwa
pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(Sinar Grafika, 2007: 6). Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta berakhlak mulia, dan pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan agama
merupakan usaha untuk memperkuat sraddha
dan bhakti (keimanan dan ketaqwaan)
terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) sesuai dengan ajaran agama yang
dianut oleh para mahasiswa dan dengan memperhatikan juga tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan memelihara kerukunan antar umat beragama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendidikan Agama Hindu dalam mendukung tujuan
nasional hendaknya memperioritaskan kepada peningkatkan kualitas pendidikan itu
sendiri sejalan dengan paradigma pendidikan masa depan. Pemberian prioritas ini
sangat berkaitan dengan peningkatan kualitas sistem pendidikan itu sendiri dan
memberi kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan minat, bakat dan
potensinya sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, pendidikan merupakan
landasan utama bagi tumbuhnya tingkat pengetahuan dan penghayatan serta rasa
keagamaan yang mantap. Usaha ini tentu saja harus mendapat perhatian utama
dalam dunia pendidikan yang dilandasi oleh ajaran agama sebagaimana dinyatakan
dalam kitab Veda.
3.2 Saran
Mengingat
pentingnya pendidikan Agama Hindu dalam mempermudah tujuan hidup, perlu adanya
pemahaman serta realisasi ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab suci Agama
Hindu yakni Weda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar