BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Tak dapat dipungkiri bahwa agama yang dianut seseorang membentuk dasar
“Kepribadian“nya. Seberapa besar seseorang menerima manfaat dari agama yang
dianutnya, di dalam membentuk Kepribadiannya, ditentukan oleh seberapa banyak
berhasil menyerap “nilai-nilai luhur” yang dikandung agama yang dianutnya.
Dalam banyak hal, kepribadian menyangkut “etika moral” seseorang, maksudnya,
etika-moral yang diterapkan seseorang dalam hidupnyalah yang terpantul sebagai
prilaku yang mencerminkan kepribadian seseorang di mata orang lain.
Di samping
kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi, terlihat pula arus
kemorosotan akhlak yang semakin melanda di kalangan generasi muda . Dalam
surat-surat kabar sering kali ada berita tentang perkelahian pelajar,
penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, minuman keras, penjambret yang
dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus
kehamilan dikalangan remaja putri dan lain sebagainya. Itu berarti etika dan
moralitas zaman sekarang sangat buruk. Tentunya perlu upaya-upaya untuk
mencegah maraknya kemorosotan moral dalam kehidupan. Dalam hal ini, penulis
akan membahas tentang nilai-nilai yang ada dalam sastra-sastra hindu terutama
kakawin “Prakrtaning Paksi”.
1.2 Rumusan masalah
1.
Apa pengertian dari Kakawin ?
2.
Apa saja nilai-nilai yang ada dalam
Kakawin “Prakrtaning Paksi” ?
3.
Bagaimana pandangan Agama Hindu
tentang isi dari Kakawin “Prakrtaning Paksi” ?
1.3 Landasan konsep
Ada beberapa nilai-nilai yang terkandung dalam Kakawin
“Prakrtaning Paksi” , yaitu nilai tattwa , nilai etika dan moral ada nilai
kehidupan. Dalam kakawin ini, banyak sekali mengajarkan tentang bagaimana cara
seseorang dalam mengarungi hidupnya dari jalan yang suram dan kemudian hari
belajar untuk menemukan jalan kebenaran yang sesungguhnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kakawin
Kekawin
berasal dari kata “kawi” mendapat awalan ke dan akhiran an, menjadi kekawin.
Kawi artinya Buat, susun, gubah, karang. Jadi kekawin dapat diartikan buatan,
susunan, gubahan, dan karangan. Atas dasar pengertian tersebut , maka kekawin
adalah puisi yang dibuat atau disusun dengan menggunankan bahasa Jawa Kuno.
Puisi ini mengambil bentuk dari puisi para pujangga India kuno yang berbahasa
Sansekerta. Kekawin biasa juga disebut dengan istilah lain, yaitu wirama,
tembang gede dan sekar agung.
Dalam bahasa sehari-hari, ada beberapa istilah dalam menembangkan karya sastra, seperti kekawin, yaitu mabebasan, mapepaosan dan makekawin. Mabebasan artinya melagukan kekawin dengan terjemahannya. Dengan kata lain mabebasan berarti kegiatan menyanyikan teks kekawin, kidung, atau macepat yang di ikuti dengan terjemahannya. Mapepaosan artinya melakukan kegiatan atau aktivitas pembacaan kekawin serta terjemahannya. Makekawin artinya melakukan hasil karya penyanyi atau melagukan puisi Jawa kuno, dengan memakai tembang India, yang diikat oleh aturan Guru Laghu.
Dalam bahasa sehari-hari, ada beberapa istilah dalam menembangkan karya sastra, seperti kekawin, yaitu mabebasan, mapepaosan dan makekawin. Mabebasan artinya melagukan kekawin dengan terjemahannya. Dengan kata lain mabebasan berarti kegiatan menyanyikan teks kekawin, kidung, atau macepat yang di ikuti dengan terjemahannya. Mapepaosan artinya melakukan kegiatan atau aktivitas pembacaan kekawin serta terjemahannya. Makekawin artinya melakukan hasil karya penyanyi atau melagukan puisi Jawa kuno, dengan memakai tembang India, yang diikat oleh aturan Guru Laghu.
Dalam
makekawin belum terkandung unsur penerjemahannya. Jadi makekawin belum dapat
dikatakan mabebasan. Menurut dugaan kekawin digubah di Jawa, pada abad IX – XV.
Sekitar abad XVI, di Bali tumbuh dan berkembang pesat sampai saat ini,
khususnya dalam rangkaian upacara adat dan upacara agama, kekawin di bacakan
dengan pepaosan dan mabebasan.
2.1.1 Fungsi
Kekawin
Seperi
halnya sekar alit, kidung, maka kekawin digunakan sebagai pengiring upacara
yadnya (panca yadnya). Dalam kehidupan masyarakat Bali, aktivitas makekawin
lebih di titik beratkan pada kegiatan upacara pitra yadnya. Kegiatan tersebut
di mulai dari meninggal, ngeringkes, berangkat ke kuburan, penguburan /
pembakaran jenasah, ngereka, nganyut, ngerorasin sampai ngelinggihang. Kekawin
tersebut dinamakan kekawin Pitra Yadnya.
Kegiatan
mabebasan dilakukan semalam suntuk. Keahlian tata bahasa kawi dan tata bahasa
Bali amat diperlukan oleh pembaca maupun paneges kekawin. Kekawin yang biasa
digunakan dalam upacara Dewa Yadnya adalah Merdukomala, Totaka, Indrawangsa,
Pratiwitala. Untuk upacara Manusa Yadnya, adalah Wangsastha, Seronca, Wipula,
Sardula, Sekarini. Dan kekawin yang biasa difungsikan dalamupacara Pitra Yadnya
adalah wirama Indrawangsa, Aswalalita dan Girisa.
2.2
Nilai-Nilai dalam Kakawin “Prakrtaning Paksi”
Dalam
Kakawin Prakrtaning Paksi ada beberapa nilai-nilai yang terkandung seperti
Nilai Tattwa, Nilai Etika dan Moral, ada pula Nilai Kehidupan, untuk
penjelasannya sebagai berikut :
2.2.1 Nilai Tattwa
Jika kita
membaca suatu buku atau sastra-sastra suci, tentunya terdapat nilai-nilai luhur
seperti Nilai Tattwa. Kata “Tat” berarti hakekat kebenaran sedangkan “Twa”
berarti yang bersifat, jadi Tattwa merupakan hakekat yang bersifat kebenaran .
Menurut Kakawin Prakrtaning Paksi dikisahkan ada seeorang yang memiliki
kehendak pikiran yang bertentangan dengan ajaran Agama, karena pikirannya yang
buruk ini mengakibatkan melakukan perbuatan yang hina sehingga tiak ingat akan
dirinya sendiri .
Dengan
perjalanan yang sangat panjang , seseorang ini bertemu dengan Orang suci, dan
diberikanlah ajaran – ajaran yang luhur oleh seorang Pendeta , kemudian
wejangan-wejangan itu mengisahkan tentag bagaimana cara kita untuk hidup dalam
kehidupan ini, karena banyaknya pengaruh-pengaruh maya maupun keduniawian
sangat mudah memikat seseorang yang kurang akan kekuatan imannya. Seseorang ini
tiada henti belajar dengan Pendeta
tersebut, hingga waktupun terus berjalan dan seseorang ini perlahan tapi pasti
mencari hakekat kebenaran yang sejati.
2.2.2 Nilai Etika dan Moral
Etika dalam perkembangannya sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia
menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika
membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam
menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil
keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita
pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi
kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapatdibagi menjadi beberapa bagian
sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Secara metodologi, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan
tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia,
etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari
sudut baik dan buruk .
Pada dasarnya pengertian etika
apabila diartikan intinya sama saja yaitu hal yang berkaitan dengan perilaku
baik dan benar dalam kehidupan manusia. Etika merupakan dasar yang penting
didalam pergaulan serta menjadi landasan penting bagi sebuah peradaban yang
akan menjadi kesan mendalam dan terpatri terus di benak seseorang. Etika bukan
hanya sekedar penampilan fisik, tetapi masih banyak faktor lain yang dapat
mendukung seseorang untuk menampilkan sosoknya yang memiliki etika yang tinggi.
Moral berasal dari bahasa latin
yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam
bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah hal-hal yang
sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang
baik dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang
mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat
secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat
setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber
interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan
nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral
yang baik, begitu juga sebaliknya.
2.2.3 Nilai Kehidupan
Dalam
kehidupan ini, manusia terkadang diberikan cobaan – cobaan oleh Tuhan Yang
Maha Esa , itu karena Tuhan memberikan
semua ini atas dasar sejauh mana manusia itu mampu untuk bertahan dalam hidup
dan bangkit dari kenyataan. Tuhan menguasai ketiga dunia ini yakni
Bhur,Bwah,Swah yang biasa disebut dengan Tri Loka . Dalam ajaran Sadhu Sakti
Tuhan sebagai Maha Kuasa disebut dengan nama Prabhu Sakti. Dengan kemahakuasaannya
ini, Tuhan menciptakan makhluk hidup termasuk manusia yang merupakan makhluk
paling sempurna karena memiliki kelebihan yakni akal dan budi / pikiran
(idep). Dari Kakawin Prakrtaning Paksi ,
dapat saya simpulkan bahwa seseorang dapat merubah diri asal mau belajar dan
terus giat untuk tetap bisa melanjutkan hidupnya sesuai kodrat yang sudah digariskan
oleh Tuhan dan disamping itu terus berupaya untuk mencari jalan kebenaran yang
sejati sehingga bisa mencapai kebebasan abadi (Moksa) sesuai dengan tujuan
Agama Hindu yakni “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”.
2.3
Pandangan Agama Hindu tentang Kakawin Prakrtaning Paksi
Dalam
Kakawin Prakrtaning Paksi, dijelaskan bahwa “
Sang mahyun hi katatwaning patati potaka sahanani sang heneng sarat” .
Dalam petikan kakawin tersebut , dapat kita artikan “orang yang berkeinginan
ingin menemukan hakekat dari segala hal yang berhubungan dengan Baik dan Buruk
yang ada dalam dunia ini” .
Jika kita
kaitkan dengan Ajaran Agama Hindu , tentunya ada yang bersifat baik (Subha
Karma) dan yang buruk ( Asubha Karma) . Pada dasarnya sesuai dengan siklus
rwabhineda, perbuatan itu terjadi dari dua sisi yang berbeda, yaitu perbuatan
baik dan perbuatan yang tidak baik. Perbuatan baik ini disebut dengan Cubha
Karma, sedangkan perbuatan yang tidak baik disebut dengan Acubha Karma. Siklus
cubha dan acubhakarma ini selalu saling berhubungan satu sama lain dan tidak
dipisahkan.
Demikianlah
perilaku manusia selama hidupnya berada pada dua jalur yang berbeda itu,
sehingga dengan kesadarannya dia harus dapat menggunakan kemampuan yang ada di
dalam dirinya, yaitu kemampuan berfikir, kemampuan berkata dan kemampuan
berbuat. Walaupun kemampuan yang dimiliki oleh manusia tunduk pada hukum
rwabhineda, yakni cubha dan acubhakarma (baik dan buruk, benar dan salah, dan
lain sebagainya), namun kemampuan itu sendiri hendaknya diarahkan pada
çubhakarma (perbuatan baik). Karena bila cubhakarma yang menjadi gerak pikiran,
perkataan dan perbuatan, maka kemampuan yang ada pada diri manusia akan
menjelma menjadi prilaku yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila acubhakarma
yang menjadi sasaran gerak pikiran, perkataan dan perbuatan manusia, maka
kemampuan itu akan berubah menjadi perilaku yang salah (buruk).
Berdasarkan
hal itu, maka salah satu aspek kehidupan manusia sebagai pancaran dari
kemampuan atau daya pikirnya adalah membeda-bedakan dan memilih yang baik dan
benar bukan yang buruk atau salah.
Manusah sarvabhutesu
vartate vai cubhacubhe,
achubhesu samavistam
cubhesveva vakaravet. (Sarasamuccaya 2)
Dari Demikian banyaknya mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat melakukan perbuatan baik buruk itu; adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik juga manfaatnya jadi manusia. Untuk memberikan batasan tentang manakah yang disebut tingkah laku baik atau buruk, benar atau salah, tidaklah mudah untuk menentukan secara tegas mengenai klasifikasi dari pada baik dan buruk itu adalah sangat sulit.
Sebab baik
dan buruk seseorang belum tentu baik atau bauruk bagi orng lain. Hal ini
tergantung tingkat kemampuan dan kepercayaan serta pandangan hidup seseorang
itu sendiri. Akan tetapi menurut agama Hindu disebutkan secara umum bahwa
perbuatan yang baik yang disebut Cubhakarma itu adalah segala bentuk tingkah
laku yang dibenarkan oleh ajaran agama yang dapat menuntun manusia itu ke dalam
hidup yang sempurna, bahagia lahir bathin dan menuju kepada persatuan Atman
dengan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Sedangkan perbuatan yang buruk
(acubhakarma) adalah segala bentuk tingkah laku yang menyimpang dan
bertentangan dengan hal-hal tersebut di atas.
Untuk lebih jelasnya, manakah bentuk-bentuk perbuatan baik (cubhakarma) dan bentuk-bentuk perbuatan yang tidak baik (Acubhakarma) menurut ajaran agama Hindu sebagaimana disjelaskan berikut ini:
2.3.1 Çubhakarma (Perbuatan Baik)
1. Tri Kaya Parisudha
Tri kaya
Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu
berfikir yang bersih dan suci (manacika), berkata yang benar (Wacika) dan
berbuat yang jujur (Kayika). Jadi dari pikiran yang bersih akan timbul
perkataan yang baik dan perbuatan yang jujur. Dari Tri Kaya Parisudha ini
timbul adanya sepuluh pengendalian diri yaitu 3 macam berdasarkan pikiran, 4
macam berdasarkan perkataan dan 3 macam lagi berdasarkan perbuatan. Tiga macam
yang berdasarkan pikiran adalah tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal,
tidak berpikiran buruk terhadap mahkluk lain dan tidak mengingkari adanya hukum
karmaphala. Sedangkan empat macam yang berdasarkan atas perkataan adalah tidak
suka mencaci maki, tidak berkata kasar kepada makhluk lain, tidak memfitnah dan
tidak ingkar pada janji atau ucapan. Selanjutnya tiga macam pengendalian yang
berdasarkan atas perbuatan adalah tidak menyiksa atau membunuh makhluk lain,
tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda dan tidak berzina.
2. Catur Paramita
Catur Paramita
adalah empat bentuk budi luhur, yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa. Maitri
artinya lemah lembut, yang merupakan bagian budi luhur yang berusaha untuk
kebahagiaan segala makhluk. Karuna adalah belas kasian atau kasih sayang, yang
merupakan bagian dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya pendertiaan
segala makhluk. Mudita artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain. Upeksa
artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain. Catur Paramita ini adalah
tuntunan susila yang membawa masunisa kearah kemuliaan.
3. Panca Yama Bratha
Panca Yama
Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam hubungannya dengan perbuatan
untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian bathin. Panca Yama Bratha ini
terdiri dari lima bagian yaitu Ahimsa artinya tidak menyiksa dan membunuh
makhluk lain dengan sewenang-wenang, Brahmacari artinya tidak melakukan
hubungan kelamin selama menuntut ilmu, dan berarti juga pengendalian terhadap
nafsu seks, Satya artinya benar, setia, jujur yang menyebabkan senangnya orang
lain. Awyawahara atau Awyawaharita artinya melakukan usaha yang selalu
bersumber kedamaian dan ketulusan, dan Asteya atau Astenya artinya tidak
mencuri atau menggelapkan harta benda milik orang lain.
4. Panca Nyama Bratha
Panca Nyama
Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai
kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian-bagian dari Panca Nyama Bratha
ini adalah Akrodha artinya tidak marah, Guru Susrusa artinya hormat, taat dan
tekun melaksanakan ajaran dan nasehat-nasehat guru, Aharalaghawa artinya
pengaturan makan dan minum, dan Apramada artinya taat tanpa ketakaburan
melakukan kewajiban dan mengamalkan ajaran-ajaran suci.
5. Sad Paramita
Sad Paramita
adalah enam jalan keutamaan untuk menuju keluhuran. Sad Paramita ini meliputi:
Dana Paramita artinya memberi dana atau sedekah baik berupa materiil maupun
spirituil; Sila Paramita artinya berfikir, berkata, berbuat yang baik, suci dan
luhur; Ksanti Paramita artinya pikiran tenang, tahan terhadap penghinaan dan
segala penyebab penyakit, terhadap orang dengki atau perbuatan tak benar dan
kata-kata yang tidak baik; Wirya Paramita artinya pikiran, kata-kata dan
perbuatan yang teguh, tetap dan tidak berobah, tidak mengeluh terhadap apa yang
dihadapi. Jadi yang termasuk Wirya Paramita ini adalah keteguhan pikiran
(hati), kata-kata dan perbuatan untuk membela dan melaksanakan kebenaran;
Dhyana Paramita artinya niat mempersatukan pikiran untuk menelaah dan mencari
jawaban atas kebenaran. Juga berarti pemusatan pikiran terutama kepada Hyang
Widhi dan cita-cita luhur untuk keselamatan; Pradnya Paramita artinyaa
kebijaksanaan dalam menimbang-nimbang suatu kebenaran.
6.Catur Aiswarya
Catur
Aiswarya adalah suatu kerohanian yang memberikan kebahagiaan hidup lahir dan
batin terhadap makhluk. Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan
Aiswawarya. Dharma adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas kebenaran;
Jnana artinya pengetahuan atau kebijaksanaan lahir batin yang berguna demi
kehidupan seluruh umat manusia. Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan
duniawi, misalnya tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila
hormat dan sebagainya; Aiswarya artinya kebahagiaan dan kesejahteraan yang
didapatkan dengan cara (jalan) yang baik atau halal sesuai dengan hukum atau
ketentuan agama serta hukum yang berlaku di dalam masyarakat dan negara.
7. Asta Siddhi
Asta Siddhi
adalah delapan ajaran kerohanian yang memberi tuntunan kepada manusia untuk
mencapai taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi
meliputi: Dana artinya senang melakukan amal dan derma; Adnyana artinya rajin
memperdalam ajaran kerohanian (ketuhanan); Sabda artinya dapat mendengar wahyu
karena intuisinya yang telah mekar; Tarka artinya dapat merasakan kebahagiaan
dan ketntraman dalam semadhi; Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala
macam gangguan pikiran yang tidak baik; Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi
segala macam penyakit (kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti
kesurupan, ayan, gila, dan sebagainya. Adi Boktika artinya dapat mengatasi
kesusahan yang berasal dari roh-roh halus, racun dan orang-orang sakti; dan
Saurdha adalah kemampuan yang setingkat dengan yogiswara yang telah mencapai
kelepasan.
8. Nawa Sanga
Nawa Sanga
terdiri dari: Sadhuniragraha artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga;
Andrayuga artinya mahir dalam ilmu dan dharma; Guna bhiksama artinya jujur
terhadap harta majikan; Widagahaprasana artinya mempunyai batin yang tenang dan
sabar; Wirotasadarana artinya berani bertindak berdasarkan hukum; Kratarajhita
artinya mahir dalam ilmu pemerintahan; Tiagaprassana artinya tidak pernah
menolak perintah; Curalaksana artinya bertindak cepat, tepat dan tangkas; dan
Curapratyayana artinya perwira dalam perang.
9. Dasa Yama Bratha
Dasa Yama
Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri, yaitu Anresangsya atau
Arimbhawa artinya tidak mementingkan diri sendiri; Ksama artinya suka
mengampuni dan dan tahan uji dalam kehidupan; Satya artinya setia
kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang; Ahimsa artinya tidak membunuh
atau menyakiti makhluk lain; Dama artinya menasehati diri sendiri; Arjawa
artinya jujur dan mempertahankan kebenaran; Priti artinya cinta kasih sayang
terhadap sesama mahluk; Prasada artinya berfikir dan berhati suci dan tanpa
pamerih; Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun; dan
Mardhawa artinya rendah hati; tidak sombong dan berfikir halus.
10. Dasa Nyama Bratha
Dasa Nyama Bratha
terdiri dari: Dhana artinya suka berderma, beramal saleh tanpa pamerih; Ijya
artinya pemujaan dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur; Tapa artinya
melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar dapat mencapai
ketenangan batin; Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Hyang Widhi;
Upasthanigraha artinya mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual); Swadhyaya
artinya tekun mempelajari ajaran-ajaran suci khususnya, juga pengetahuan umum;
Bratha artinya taat akan sumpah atau janji; Upawasa artinya berpuasa atau
berpantang trhadap sesuatu makanan atau minuman yang dilarang oleh agama; Mona
artinya membatasi perkataan; dan Sanana artinya tekun melakukan penyician diri
pada tiap-tiap hari dengan cara mandi dan sembahyang.
11.Dasa Dharma
Yang disebut
Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, yaitu Sauca artinya murni rohani dan jasmani;
Indriyanigraha artinya mengekang indriya atau nafsu; Hrih artinya tahu dengan
rasa malu; Widya artinya bersifat bijaksana; Satya artinya jujur dan setia
terhadap kebenaran; Akrodha artinya sabar atau mengekang kemarahan; Drti
artinya murni dalam bathin; Ksama artinya suka mengampuni; Dama artinya kuat
mengendalikan pikiran; dan Asteya artinya tidak melakukan kecurangan.
12. Dasa Paramartha
Dasa
Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai penuntun
dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi
(Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari: Tapa artinya pengendalian diri lahir
dan bathin; Bratha artinya mengekang hawa nafsu; Samadhi artinya konsentrasi
pikiran kepada Tuhan; Santa artinya selalu senang dan jujur; Sanmata artinya
tetap bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan; Karuna artinya kasih sayang
terhadap sesama makhluk hidup; Karuni artinya belas kasihan terhadap
tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya; Upeksa artinya dapat membedakan benar
dan salah, baik dan buruk; Mudhita artinya selalu berusaha untuk dapat
menyenangkan hati oranglain; dan Maitri artinya suka mencari persahabatan atas
dasar saling hormat menghormati.
2.3.2 Açubhakarma (Perbuatan Tidak Baik)
Acubhakarma
adalah segala tingkah laku yang tidak baik yang selalu menyimpang dengan
Cubhakarma (perbuatan baik). Acubhakarma (perbuatan tidak baik) ini, merupakan
sumber dari kedursilaan, yaitu segala bentuk perbuatan yang selalu bertentangan
dengan susila atau dharma dan selalu cenderung mengarah kepada kejahatan. Semua
jenis perbuatan yang tergolong acubhakarma ini merupakan larangan-larangan yang
harus dihindari di dalam hidup ini. Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma
ini menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita. menurut agama Hindu,
bentuk-bentuk acubhakarma yang harus dihindari di dalam hidup ini adalah:
1. Tri Mala
Tri Mala
adalah tiga bentuk prilaku manusia yang sangat kotor, yaitu Kasmala ialah
perbuatan yang hina dan kotor, Mada yaitu perkataan, pembicaraan yang dusta dan
kotor, dan Moha adalah pikiran, perasaan yang curang dan angkuh.
2. Catur Pataka
Catur Pataka
adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi sumbernya
yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka yang terdiri dari Brunaha
(menggugurkan bayi dalam kandungan); Purusaghna (Menyakiti orang), Kaniya Cora
(mencuri perempuan pingitan), Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak), dan
Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya); Upa Pataka terdiri
dariGowadha (membunuh sapi), Juwatiwadha (membunuh gadis), Balawadha (membunuh
anak), Agaradaha (membakar rumah/merampok); Maha Pataka terdiri dari
Brahmanawadha (membunuh orang suci/pendeta), Surapana (meminum alkohol/mabuk),
Swarnastya (mencuri emas), Kanyawighna (memperkosa gadis), dan Guruwadha
(membunuh guru); Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana (memperkosa saudara
perempuan); Matrabhajana (memperkosa ibu), dan Lingagrahana (merusak tempat
suci).
3. Panca Bahya Tusti
Adalah lima
kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah semata-mata, yaitu
Aryana artinya senang mengumpulkan harta kekayaan tanpa menghitung baik buruk
dan dosa yang ditempuhnya; Raksasa artinya melindungi harta dengan jalan segala
macam upaya; Ksaya artinya takut akan berkurangnya harta benda dan
kesenangannya sehingga sifatnya seing menjadi kikir; Sangga artinya doyan
mencari kekasih dan melakukan hubungan seksuil; dan Hingsa artinya doyan
membunuh dan menyakiti hati makhluk lain.
4. Panca Wiparyaya
Adalah lima
macam kesalahan yang sering dilakukan manusia tanpa disadari, sehingga
akibatnya menimbulkan kesengsaraan, yaitu: Tamah artinya selalu
mengharap-harapkan mendapatkan kenikmatan lahiriah; Moha artinya selalu
mengharap-harapkan agar dapat kekuasaan dan kesaktian bathiniah; Maha Moha
artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat menguasai kenikmatan seperti yang
tersebut dalam tamah dan moha; Tamisra artinya selelu berharap ingin
mendapatkan kesenangan akhirat; dan Anda Tamisra artinya sangat berduka dengan
sesuatu yang telah hilang.
5. Sad Ripu
Sad Ripu
adalah enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yaitu
Kama artinya sifat penuh nafsu indriya; Lobha artinya sifat loba dan serakah;
Krodha artinya sifat kejam dan pemarah; Mada adalah sifat mabuk dan
kegila-gilaan; Moha adalah sifat bingung dan angkuh; dan Matsarya adalah sifat
dengki dan irihati.
6.Sad Atatayi
Adalah enam
macam pembunuhan kejam, yaitu Agnida artinya membakar milik orang lain; Wisada
artinya meracun orang lain; Atharwa artinya melakukan ilmu hitam; Sastraghna
artinya mengamuk (merampok); Dratikrama artinya memperkosa kehormatan orang
lain; Rajapisuna adalah suka memfitnah.
7. Sapta Timira
Sapta Timira
adalah tujuh macam kegelapan pikiran yaitu: Surupa artinya gelap atau
mabuk karena ketampanan; Dhana artinya gelap atau mabuk karena kekayaan; Guna
artinya gelap atau mabuk karena kepandaian; Kulina artinya gelap atau mabuk
karena keturunan; Yowana artinya gelap atau mabuk karena keremajaan; Kasuran
artinya gelap atau mabuk karena kemenangan; dan Sura artinya mabuk karena
minuman keras.
8. Dasa Mala
Artinya
adalah sepuluh macam sifat yang kotor. Sifat-sifat ini terdiri dari Tandri
adalah orang sakit-sakitan; Kleda adalah orang yang berputus asa; Leja adalah
orang yang tamak dan lekat cinta; Kuhaka adalah orang yang pemarah, congkak dan
sombong; Metraya adalah orang yang pandai berolok-olok supaya dapat
mempengaruhi teman (seseorang); Megata adalah orang yang bersifat lain di mulut
dan lain di hati; Ragastri adalah orang yang bermata keranjang; Kutila adalah
orang penipu dan plintat-plintut; Bhaksa Bhuwana adalah orang yang suka
menyiksa dan menyakiti sesama makhluk; dan Kimburu adalah orang pendengki dan
iri hati.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Tak dapat dipungkiri bahwa agama yang dianut seseorang membentuk dasar
“Kepribadian“nya. Seberapa besar seseorang menerima manfaat dari agama yang
dianutnya, di dalam membentuk Kepribadiannya, ditentukan oleh seberapa banyak
berhasil menyerap “nilai-nilai luhur” yang dikandung agama yang dianutnya.
Dalam banyak hal, kepribadian menyangkut “etika moral” seseorang, maksudnya,
etika-moral yang diterapkan seseorang dalam hidupnyalah yang terpantul sebagai
prilaku yang mencerminkan kepribadian seseorang di mata orang lain.
Ada beberapa
nilai-nilai yang terkandung dalam Kakawin “Prakrtaning Paksi” , yaitu nilai
tattwa , nilai etika dan moral ada nilai kehidupan. Dalam kakawin ini, banyak
sekali mengajarkan tentang bagaimana cara seseorang dalam mengarungi hidupnya
dari jalan yang suram dan kemudian hari belajar untuk menemukan jalan kebenaran
yang sesungguhnya.
3.2
Saran
Sebagai
generasi muda terutama penerus bangsa, sebaiknya kita bisa memilah dan meilih
mana jalan hidup yang mesti kita jalani, jangan pernah kita tergoda oleh
hal-hal yang bersifat maya, untuk perkuatkanlah iman kita dan mari bangkit dari
kegelapan maya menuju jalan terang Tuhan.
DAFTAR
PUSTAKA
IKAPI
. 1988 . Kamus Kawi – Indonesia .
Yogyakarta : Kanisius
Kitab
Saraccamucaya
Pusat
Dokumentasi Kebudayaan Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar