Kamis, 22 Januari 2015

Filsafat Samkhya



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang                
            Sejarah mencatat bahwa yoga sudah dimulai sejak tahun 3000 S.M.sumber paling awal  terdapat dalam teks-teks Brahmana yang merupakan bagian pertama dari kitab Rig-veda. Sumber berikutnya adalah kurun Upanishad (800-500S.M.) ini adalah masa keemasan bagi teologi dan filsafat India. Filsafat India kuno mulai dicatat dan dibukukan secara sistematis, sehingga lahirlah serangkaian teks-teks suci yang disebut Upanisad. Kata Upanisad memiliki dua arti, pertama “duduk di kaki sang Guru” untuk memperoleh pengetahuan; kedua “menghilangkan kebodohan sang murid, lewat dibukanya pengetahuan Realitas tertinggi” (Paratman, Supreme Spirit).
Seperti ditunjukan dalam difinisinya, teks-teks Upanisad merupakan dialog-dialog filosofis antara para Rishis, Guru yang sudah tercerahkan dan para murid yang sudah cukup maju. Banyak teks-teks Upanishad digandengkan dengan bagian Brahmana, karena untuk menyederhanakan sisi mistis kitabWeda. Namun pengetahuan tertinggi adalah tentang Yoga masih di ajarkan secara lisan, sehingga kemudian hari banyak yang hilang. Pada tahun 400. S.M, beberapa aliran filsafat yang masih menyimpan teks-teks menyusun kembali sehingga menjadi kumpulan literature besar,yang dikenal sebagai epos-epos heroik, seperti : Mahabharata, Ramayana, dan Purana. Bhagavad-Gita merupakan dari epos Mahabharata.
            Prakerti dibangun oleh Triguna yaitu sattwam, rajas, dan tamas. Guna arti unsur atau penyusun tri guna itu tidak bisa diamati dengan indra.  Adanya itu disimpulkan atas objek dunia yang merupakan akibat dari padanya. Karena adanya kesamaan antara akibat dan sebab. Maka kita dapat kita ketahuai sifat-sifat guna itu dari alam yang merupakan wujud hasil daripadanya. Semua objek dunia ini mempunyai tiga sifat yaitu sifat-sifat yang menimbullkan rasa tenang, susah dan netral. Nyanyian burung yang menyenangkan seorang seniman, menyusahkan orang sakit, tak berpengaruh apapun untuk orang sakit, tak berpengaruh apapun untuk orang acuh. Sebab semua sifat ini merupakan suatu sebab, maka sifat-sifat itu terkandung pada sebab itu. Demikian sebab itu terkandung  dalam satwam, rajas dan tamas itu.

Satwam adalah suatu prakerti yang merupakan alam kesenangan yang ringan, yang tenang bercahaya. Wujudnya berupa kesadaran ringan yang menimbulkan gerak keatas . angin dan air diudara dan semua bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan dan sebagainya. rajas adalah unsur benda pada benda ini .  selalu bergerak dan menyebabkan benda-benda ini bergerak, ialah menyebabkan api berkobar, angin merembus , pikiran berkeliaran kesana kemari . ialah menggerakkan sattwa dan tamas untuk melaksanakan tugasnya. Tamas adalah unsur yang menyebabkan sesuatu menjadi pasif dan bersifat negatif. Ia bersifat keras, menentang aktifitas menahan gerak pikiran sehingga menimbulkan kegelapan, kebodohan sehingga mengatur orang pada kebingungan karena menentang aktifitas menyebabkan orang menjadi malas, acuh tak acuh, dan suka tidur.
Demikian sifat-sifat triguna itu, maka dalam dunia inipun kita saksikan selalu ada pertentangan dan kerja sama dalam kesatuan. Ketiga triguna ini selalu bersamaan tidak pernah berpisah satu sama lainnya. Ketiga triguna ini barubah terus menerus , ada dua perubahan triguna. Pada waktu pelayanan masing-masing triguna barubah pada dirinya sendiri, tanpa mengganggu yang lain. Perubahan seperti ini disebut swarupaparinama. Pada waktu demikian tak mungkin ada ciptaan, karena tidak ada kerja sama antara guna-guna itu. Namun bila guna menguasai yang lain, maka terjadilah suatu penciptaan.








1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Filsafat Samkhya ?
2.      Siapa pendiri atau pencetus Ajaran Samkhya ?
3.      Darimana Sumber Ajaran Samkhya ?
4.      Bagaimana isi pokok dan pandangan Samkhya terhadap Macrocosmos dan Microcosmos ?
5.      Apa tujuan akhir dari Filsafat Samkhya ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.      Untuk menjelaskan tentang pengertian Samkhya.
2.      Untuk menjelaskan tentang pendiri atau pencetus ajaran Samkhya.
3.      Untuk menjelaskan tentang sumber ajaran Samkhya.
4.      Untuk menjelaskan tentang isi pokok serta pandangan Samkhya terhadap Macrocosmos dan Microcosmos.
5.      Untuk menjelaskan tentang tujuan akhir dari Filsafat Samkhya.










BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Samkhya
            Samkhya adalah salah satu system filsafat India, yang mengakui Veda sebagai otoritas tertinggi. Oleh sebab itu Samkhya dikelompokkan kedalam Astika (ortodok). Jika dilihat dari bentuk katanya, Samkhya berasal dari dua urat kata yaitu “sam” dan “Khya”. Sam diartikan sebagai bersama-sama dan Khya diartikan sebagai bilangan, jadi secara harfiah Samkhya berarti bilangan bersama-sama. Kata Samkhya digunakan dalam Sruti dan Smerti, dimana masing-masing digunakan dalam pengertian pengetahuan dan tindakan, sehingga kata Samkhya ini juga memiliki arti pengetahuan yang benar.        Kadangkala system ajaran Samkhya dikatakan sebagai ajaran yang bersifat atheistic atau Nir Iswara Samkhya (Samkhya tanpa Tuhan), yaitu suatu ajaran yang tidak mempercayai adanya Tuhan, karena dalam ajaran Samkhya ini sama sekali tidak menyebut-nyebut nama Tuhan, dengan alasan Tuhan itu sangat sulit untuk bisa dibuktikan keberadaannya. Tapi ajaran Samkhya jika dilihat dari pengakuannya terhadap otoritas Veda, nyatanya system ini termasuk ke dalam kelompok Astika yang mengakui Veda sebagai sumber ajaran kebenaran Hindu. System Samkhya ini tidak menentang Tuhan, hanya saja Samkhya menunjukkan bahwa Purusa dan Prakerti sudah cukup untuk menjelaskan alam semesta ini, jadi tidak ada alasan untuk merumuskan tentang keberadaan Tuhan.
2.2  Pendiri/Penemu/Pencetus Ajaran Samkhya
            System ajaran Samkhya ini dicetuskan oleh Maha Rsi Kapila. Rsi Kapila ini lahir dari ibu yang bernama Devahuti dan ayahnya adalah Kardama. Dari ibunyalah Rsi Kapila ini mendapatkan ajaran-ajaran filsafat, dan apa yang menjadi konsep system ini ditulis dalam sebuah buku Samkhya Sutra. Rsi Kapila sering dipanggil dengan sebutan Rsi Kapila Muni, dikatakan sebagai Putra Brahma dan Avatara Visnu.


2.3  Sumber/Kitab Ajaran Samkhya
            Meskipun Samkhya kadangkala dikatakan sebagai ajaran yang bersifat atheistic namun Samkhya menggunakan Veda sebagai otoritas tertingginya. Samkhya menggunakan Veda sebagai dasar pengembangan kebenaran Hindu. Selain Veda, Samkhya juga menggunakan Chandogya Upanisad, Prashna Upanisad, Katha Upanisad, dan Svetasvatara Upanisad. Dan yang tidak kalah penting dalam ajaran Samkhya adalah Mahabharata yang termuat dalam kitab Bhagawadgita.
2.4  Isi Pokok dan Pandangan Samkhya Terhadap Makrocosmos dan Mikrocosmos
            Samkhya merupakan suatu kelompok filsafat yang tergolong Astika,dalam ajarannya secara metafisis mengemukakan pokok-pokok ajaran prakerti, purusa,tri guna,penciptaan alam semesta dan atheistic.
2.4.1 Prakerti
Samkhya dalam ajarannya menerima 2 ultimasi,yakni Purusa (spirit) dan Prakerti (Matter), sebagai 2 asas rohani dan kebendaan, dari 2 asas inilah terciptanya alam semesta. Prakerti adalah sebab terakhir dari alam semesta sebab prakerti merupakan awal dari semua yang ada dalam alam semesta ini, maka prakerti harus bersifat kekal dan abadi. Karena tidak mungkin yang tidak kekal menjadi sebab pertama dari semua yang ada pada alam semesta ini. Dalam bahasa sansekerta prakerti berasal dari urat kata “pra” yang berarti sebelum atau pertama dan akar kata “kr” yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi Prakerti diartikan sebagai yang ada sebelum segala sesuatunya dihasilkan / disebabkan, sumber pertama dari semua benda, bahan asal darimana semua benda menyebar dan ke dalam mana  semua benda pada akhirnya akan kembali.



2.4.2  Purusa
Purusa merupakan jenis kesadaran tertinggi. Samkhya menyebut purusa sama dengan roh /jiwa. Purusa ini bersifat tak terikat yang meresapi segala yang abadi. Teori Samkhya menyatakan bahwa roh itu ada karena ia menjelma, ketidakadaan roh tidak dapat dinyatakan dengan apapun juga. Roh itu berbeda dengan indria, pikiran, dan akal.roh bersifat langgeng, tanpa sebab menyusupi segala namun bebas dari segala ikatan dan pengaruh dunia.
2.4.3 Tri Guna
Agama Hindu mengajarkan adanya Tri Guna yang terdiri atas Sattvam, Rajas, dan Tamas. Sattvam bersal dari kata “sat” yang berarti benar dan “tva” yang berarti mempunyai sifat. Jadi Sattva berarti sifat yang benar, yang dimaksudkandalam pernyataan ini adalah sifat ringan bagi benda, dan baik bagi makhlik hidup(manusia). Sattva adalah hakekat segala sesuatu yang memiliki sifat-sifat terang yang menerangi. Rajas merupakan aktivitas yang dinyatakan sebagai raga-dvesa yakni suka atau tidak suka, cinta atau benci, menarik atau memuakkan. Rajas adalah unsure yang menggerakkan guna sattva dan guna tamas. Tamas berasal dari kata “tam” yang berarti susah atau gelap. Dalam hal ini, tamas berarti sifat yang menyebabkan semua makhluk berdiam dalam kegelapan atau kemalasan.
2.4.4  Penciptaan alam semesta
Sebagai suatu pandangan dan istilah umum, darsana dipergunakan untuk menunjuk system filsafat india, yang terbagi atas 2 kelompok yaitu: Astika dan Nastika. Secara metafisis, prakerti hanya bergantung pada aktifitas dari unsure pokok gunanya sendiri. Ia terbentuk dari 3 guna yang tidak pernah terpisah, saling menunjang satu sama lain, dan saling bercampur. Prakerti mengalami perkembangan apabila berhubungan dengan purusa. Melalui perhubungan ini, prakerti dipengaruhi oleh purusa seperti halnya anggota badan kita dapat bergerak karena hadirnya pikiran.
Evolusi alam semesta tidak akan terjadi hanya karena purusa juga tidak terjadi hanya karena prakerti, tapi pertemuan kedua unsur tersebutlah yang menyebabkan alam semesta beserta isinya dapat terjadi. Dari hubungan purusa dan prakerti timbulah mahat atau budhi,yang nantinya menimbulkan ahamkara, yaitu asas individual, yaitu asas yang menimbulkan induvidu-individu. Dengan ahamkara diri akan merasa dirinya yang bertindak yang berkeinginan, dan yang memiliki. Setelah ahamkara berkembang, prakerti menuju 2 jurusan yaitu, jurusan yang bersifat kejiwaan dan jurusan jasmani. Perkembangan kejiwaan yang kedua adalah panca jnani indria yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sedangkan perkembangan kejiwaan yang ketiga adalah panca karmendria yaitu indria untuk berbuat yang terdiri dari daya berbicara, daya untuk memegang, daya untuk berjalan, daya untuk membuang kotoran dan daya untuk mengeluarkan sperma.
Perkembangan jasmani atau fisik menghasilkan asas dunia yang ada diluar manusia, yang disebut panca tan mantra( sari-sari benih suara, sentuhan, warna, rasa, dan bau ).dari benih suara timbullah akasa (ether)dari gabungan benih sentuhan dan suara terjadilah udara, dari gabungan benih warna, suara, dan sentuhan terjadilah cahaya atau api, dari benih suara,sentuhan, dan warna terjadilah air dan dari benih baud an empar tan mantra yang lain terjadilah bumi (pertiwi). Dari anasir kasar itu berkembanglah alam semesta beserta isinya, namun perkembangan ini tidak menimbulkan asas-asas baru lagi seperti perkembangan mahat. Terbentukjnya alam semesta tidaklah sempurna sampai disitu sebab ia memerlukan satu asas lagi yaitu roh. Perkembangan prakerti menjadi alam semesta merupakan perkembangan yang terakhir.




 2.4.5  Atheistik
Masalah ketuhanan menurut pandangan samkya sangat bertentangan dengan tradisi yang ada dalam masyarakat india. Filosof berpandangan bahwa samkhya menganut theisme atau atheism. Samkya menjadi atheistic karena pengaruh materialisme, jainisme dan budhisme. System ini tidak membangun ketidakadaan tuhan ia hanya menunjukkan bahwa purusa dan prakerti sudah cukup untuk menjelaskan alam semesta tanpa harus merumuskam hipotesa tentang keberadaan tuhan.
2.5  Tujuan Akhir Ajaran Samkhya
Menurut ajaran Samkhya ada tiga sumber pengetahuan yang benar (Tri Pramana). yaitu Pratyaksa (pengamatan langsung), Anumana (didasarkan atas kesimpulan), dan Sabda pramana (pernyataan). Tentang pengetahuan yangdidapat atas dasar Sabda dapat dibagi dua yaitu Laukika = kesaksian yang diberikan oleh orang yang dapat dipercaya; Waidika = kesaksian Weda. Di dalam etika Samkhya tidak membedakan seseorang atas golongannya untuk mempelajari kitab suci Weda. Setiap orang dianjurkan untuk mengendalikan pikiran agar terjadi keseimbangan di dalam dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut Samkhya pribadi yang tampak bukanlah pribadi yang sebenarnya melainkan khayalan, pribadi yang sesungguhnya adalah purusa atau roh itu sendiri.
Terlepas dari uraian diatas, tujuan akhir dari Ajaran Samkhya adalah kelepasan. Kelepasan dapat dicapai oleh seseorang bila orang tersebut menyadari bahwa purusa tidak sama dengan alam pikiran, perasaan, dan badan jasmani. Bila seseorang belum menyadari hal itu, maka ia tidak akan dapat mencapai kelepasan, akibatnya ia mengalami kelahiran yang berulang-ulang. Jalan untuk mencapai kelepasan adalah melalui pengetahuan yang benar, latihan kerohanian yang terus menerus,merealisasikan perbedaan purusa dan prakerti serta cinta kasih terhadap semua makhluk. Dengan demikian samkhya menekankan pada jalan jnana dalam wujud wiweka dan kebijaksanaan untuk melepaskan purusa dari jebakan prakerti.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Samkhya adalah salah satu system filsafat India, yang mengakui Veda sebagai otoritas tertinggi. Oleh sebab itu Samkhya dikelompokkan kedalam Astika (ortodok). Jika dilihat dari bentuk katanya, Samkhya berasal dari dua urat kata yaitu “sam” dan “Khya”. Sam diartikan sebagai bersama-sama dan Khya diartikan sebagai bilangan, jadi secara harfiah Samkhya berarti bilangan bersama-sama. Kata Samkhya digunakan dalam Sruti dan Smerti, dimana masing-masing digunakan dalam pengertian pengetahuan dan tindakan, sehingga kata Samkhya ini juga memiliki arti pengetahuan yang benar
Terlepas dari uraian diatas, tujuan akhir dari Ajaran Samkhya adalah kelepasan. Kelepasan dapat dicapai oleh seseorang bila orang tersebut menyadari bahwa purusa tidak sama dengan alam pikiran, perasaan, dan badan jasmani. Bila seseorang belum menyadari hal itu, maka ia tidak akan dapat mencapai kelepasan, akibatnya ia mengalami kelahiran yang berulang-ulang. Jalan untuk mencapai kelepasan adalah melalui pengetahuan yang benar, latihan kerohanian yang terus menerus,merealisasikan perbedaan purusa dan prakerti serta cinta kasih terhadap semua makhluk. Dengan demikian samkhya menekankan pada jalan jnana dalam wujud wiweka dan kebijaksanaan untuk melepaskan purusa dari jebakan prakerti.

3.2 Saran
            Sebagai Umat Hindu yang menjunjung nilai Religius, kita seharusnya mampu merealisasikan ajaran-ajaran yang tertuang dalam Veda, termasuk ajaran Samkhya. Ajaran Samhkya memberikan pengaruh yang positif kepada kita semua untuk mencapai yang namanya kelepasan . Dengan mempelajari dan merealisasikan ajaran Samkhya, kita dapat meningkatkan kualitas hidup terutama meningkatkan Sradha kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.





DAFTAR PUSTAKA

Ali Matius, Filsafat India Sebuah Pengantar Hindu dan Buddisme , Tangerang: Sanggar Luxor, 2010
AdiPutra Gede Rudia, Tattwa Darsana, Jakarta: Yayasan dharma sarathi, 1990
Hadiwijono, Harun, Sari Filsafat India, Jakarta, BPK Gunung Mulia Kwitang, 1985.
Seregig I ketut, Nawa Darsana . Suabaya : Paramita , 2012

TEORI BELAJAR & MEDIA BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.
Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat belajar para siswanya. Tentunya seorang guru harus memahami teori-teori pembelajaran serta media pembelajaran untuk menunjang pembelajaran yang optimal. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para siswanya. Kegiatan belajar hanya akan berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah-sekolah, tidak lain ini dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Disamping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut belum tersedia. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran.

1.2 Rumusan masalah
            1. Apa yang dimaksud dengan Teori Belajar ?
            2. Apa saja macam-macam Teori Belajar ?
            3. Apa yang dimaksud dengan Media Belajar?
4. Apa saja yang termasuk Media Belajar?
5. Bagaimana hubungan Teori Belajar dengan Media Belajar?

1.3 Tujuan Penulisan
            1. Untuk menjelaskan tentang pengertian Teori Belajar.
            2. Untuk menjelaskan tentang macam-macam Teori Belajar.
            3. Untuk menjelaskan tentang pengertian Media Belajar.
            4. Untuk menjelaskan tentang macam-macam Media Belajar.
            5. Untuk menjelaskan tentang hubungan Teori Belajar dengan Media Belajar.













BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Teori Belajar
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Selain itu Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat.  Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.
 Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Bagi individu, kemampuan untuk belajar secara terus akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi. Pengertian belajar itu cukup luas dan tidak hanya sebagai kegiatan di bangku sekolah saja.
 Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan.
Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Selain itu ada juga tentang teori belajar Humanisme . Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.


2.2  Macam-Macam Teori Belajar
2.2.1         Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental.

Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Menurut aliran ini, pembelajaran adalah upaya membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan dengan lingkungan dengan tingkah laku pembelajar. Oleh karena itu disebut juga pembelajaran perilaku.
Adapun prinsip – prinsip teori pembelajaran perilaku antara lain :
1.                   Perlu diberikan penguatan untuk meningkatkan motivasi belajar.
2.                   Pemberian penguatan bisa berupa penguat sosial (pujian), aktivitas
           (mainan) dan simbolik (uang, nilai).
3.                   Hukuman dapat digunakan sebagai alat pembelajaran tapi perlu hati-hati.
4.                   Perilaku belajar yang segera diikuti konsekuensi akan lebih berpengaruh.
5.                   Pendidik dikatakan telah melakukan pembentukan bila memberikan  
            penguatan dalam pengajarannya.
Secara umum penerapan fisik belajar perilaku tampak dalam langkah-langkah pembelajaran berikut :
1.      Menentukan tujuan intruksional
2.      Mengalisis lingkungan kelas termasuk identifikasi entry behavior peserta didik
3.      Menentukan materi pelajaran
4.      Memecahkan materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil
5.      Menyajikan materi pembelajaran
6.      Memberikan stimulus yang mungkin berupa pertanyaan, latihan dan tugas-tugas
7.      Mengamati dan mengkaji respon peserta didik
8.      Memberikan penguatan mungkin positif atau negatif
9.      Memberikan stimulus baru

2.2.2         Teori Belajar Kognitivisme
Menjelang  berakhirnya  tahun 1950-an banyak  muncul  kritik  terhadap behaviorisme.  Banyak  keterbatasan  dari  behaviorisme  dalam  menjelaskan  berbagai masalah  yang  berkaitan  dengan  belajar.  Banyak  pakar  psikologi  waktu  itu  yang berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada respons dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang dapat diamati.
Kognitivisme mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi fokus baru mereka. Kognitivisme tidak seluruhnya  menolak  gagasan  behaviorisme,  namun  lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bisa mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.
Pengembangan konsep pembelajaran kognitif sudah tentu sangat dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif. Terdapat tiga tokoh penting di dalamnya yaitu: Piaget, Bruner dan Ausuble.
2.2.2.1  Prinsip Pembelajaran Menurut Jean Piaget
Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan antara lain:
1.      Belajar aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi symbol-simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
2.      Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini memperkuat pendapat dari JL. Mursell.
3.      Belajar lewat pengalaman sendiri
Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.

2.2.2.2 Prinsip Pembelajaran Menurut Brunner  
Brunner menyatakan bahwa dalam belajar ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu, intuisi, dan cara membangkitkan motivasi belajar. Maka dalam pengajaran di sekolah Brunner mengaukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup:
1.      Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar
Pembelajaran dari segi siswa adalah pembelajaran yang membantu siswa dalam hal mencari alternative pemecahan masalah. Dalam mencari pemecahan masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan. Artinya dalam pembelajaran dibutuhkan pengalaman-pengalaman untuk melakukan sesuatu dengan tujuan mempertahankan pengalaman-pengalaman yang positif. Karena itulah diperlukan arahan dari guru agar siswa tidak banyak melakukan kesalahan. Maka guru harus memberikan kesempatan sebaik-baiknya agar siswa memperoleh pengalaman optimal dalam proses belajar dan meningkatkan kemauan belajar.
2.    Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak-anak. Struktur pengetahuan memiliki tiga ciri dan setiap ciri itu, mempengaruhi kemampuan untuk menguasainya.ketiga cara itu ialah : penyajian, ekonomi dan kuasa (Dahar ; 1996 )
3.      Penyajian (mode of representation )
Penyajian dilakukan dengan cara enaktif,ikonik dan simbolik. Cara pnyajian enaktif adalah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatife. Dengan cara enaktif seseorang mengetahuai suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata dan didasarkan pada belajar tentang respon-respon dan bemtuk-bentuk kebiasaan.
2.2.2.3 Prinsip Pembelajaran menurut David Ausuble
David Ausuble mengemukakan tentang belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Prasyarat belajar bermakna adalah: materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial dan anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Empat prinsip pembelajaran, antara lain:
1.      Pengatur Awal/ kerangka cantolan(Advance Organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal yang tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi pelajaran, terutama materi pelajaran yang mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2.      Diferensiasi Progresif
Di dalam proses belajar bermakna perlu adanya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Caranya unsure yang paling umum dan inklusif diperkenalkan lebih dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3.      Belajar Superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif.
4.      Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausuble juga mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integrative. Caranya, materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan bawah selama informasi disajikan.
2.2.3         Teori Belajar Kontruktivisme
Dalam dasawarsa terakhir, penganut teori konstruktivisme memperluas fokus tradisionalnya pada pembelajaran individual ke dimensi pembelajaran kolaboratif dan sosial.. Konstruktivisme sosial bisa dipandang sebagai perpaduan antara aspek-aspek dari karya Piaget dengan karya Bruner dan karya Vygotsky. Istilah Konstruktivisme komunal dikenalkan oleh Bryn Holmes di tahun  2001. Dalam model ini, "siswa tidak hanya mengikuti  pembelajaran seperti halnya air mengalir melalui saringan namun membiarkan mereka membentuk dirinya." Dalam perkembangannya muncullah istilah Teori Belajar Sosial dari para pakar pendidikan.
Pijakan awal teori belajar  sosial adalah bahwa manusia belajar melalui pengamatannya terhadap perilaku orang lain. Pakar yang paling banyak melakukan riset teori belajar sosial adalah Albert Bandura dan Bernard Weiner. Meskipun classical dan operant conditioning dalam hal-hal tertentu masih merupakan tipe penting dari belajar, namun orang belajar tentang sebagian besar apa yang ia ketahui melalui observasi (pengamatan). Belajar melalui pengamatan berbeda dari classical dan operant conditioning karena tidak membutuhkan pengalaman personal langsung dengan stimuli, penguatan kembali, maupun hukuman.  Belajar  melalui pengamatan secara sederhana melibatkan pengamatan perilaku orang lain, yang disebut model, dan kemudian meniru perilaku model tersebut.
Baik anak-anak maupun orang dewasa belajar banyak hal dari pengamatan dan imitasi (peniruan) ini. Anak muda belajar bahasa, keterampilan sosial, kebiasaan, ketakutan, dan banyak perilaku lain dengan mengamati orang tuanya atau anak yang lebih dewasa. Banyak orang belajar akademik, atletik, dan keterampilan musik dengan mengamati dan kemudian menirukan gueunya. Menurut psikolog Amerika Serikat kelahiran Kanada Albert Bandura, pelopor dalam studi tentang belajar melalui pengamatan, tipe belajar ini memainkan peran yang penting dalam perkembangan kepribadian anak. Bandura menemukan  bukti  bahwa  belajar  sifat-sifat  seperti keindustrian, keramahan, pengendalian diri, keagresivan, dan ketidak sabaran sebagian dari meniru orang tua, anggota keluarga lain, dan teman-temannya.
Psikolog pada suatu saat pernah berpikir bahwa hanya manusia yang dapat belajar melalui  pengamatan.  Mereka  sekarang  memahami bahwa banyak jenis binatang— termasuk burung, kucing, anjing, binatang pengerat, dan primata dapat belajar melalui pengamatan terhadap anggota lain dari spesies yang sama. Binatang yang kecil dapat belajar tentang sesuatu yang bisa dimakan, ketakutan, dan keterampilan untuk bertahan hidup melalui pengamatannya terhadap induknya atau bapaknya. Hewan yang sudah dewasa  dapat  belajar  perilaku  baru  atau solusi dari masalah sederhana melalui pengamatannya terhadap hewan lain.
2.2.4 Teori Belajar Humanisme
Pendidikan humanisme sangat mementingkan adanya rasa kemerdekaan dan tanggung jawab. Aliran ini mempunyai tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia agar manusia mampu mengaktualisasi diri sebaik-baiknya. Aliran humanistik tidak mempunyai teori belajar khusus, tetapi hanya bersifat ekletik, dalam arti mengambil teori yang sesuai (kognitif) asal tujuan pembelajaran tercapai.
Bentuk pembelajaran melalui pendekatan humanistik adalah bahwa peserta didik dituntut untuk selalu memotivasi diri. Untuk mencapai ke arah itu kegiatan belajar hendaknya mendorong peserta didik untuk belajar cara-cara belajar dan menilai belajarnya sendiri. Program pembelajaran yang diterapkan dalam pendekatan humanistik umumnya menggunakan kegiatan terbuka di mana peserta didik harus menemukan informasi, membuat keputusan, memecahkan masalah dan membuat produk sendiri. Dalam pendidikan humanistik, peserta didik tidak memiliki tempat duduk yang tetap seperti halnya pendidikan konvensional. Peserta didik dapat belajar mandiri atau belajar dengan kelompok.
2.3  Media Belajar
Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. Media menurut AECT adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan. Sedangkan Gagne mengartikan media sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Briggs mengartikan media sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar.
Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru menyajiakan informasi belajar kepada siswa. Jika program media itu didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan guru.  
Ada dua fungsi utama media pembelajaran yang perlu kita ketahui. Fungsi pertama media adalah sebagai alat bantu pembelajaran, dan fungsi kedua adalah sebagai media sumber belajar.

Kedua fungsi utama tersebut dapat ditelaah dalam ulasan di bawah ini:
1.      Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam pembelajaran.
Tentunya kita tahu bahwa setiap materi ajar memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada materi ajar yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi di lain pihak ada materi ajar yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran. Media pembelajaran yang dimaksud antara lain berupa globe, grafik, gambar, dan sebagainya. Materi ajar dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar dipahami oleh siswa. Tanpa bantuan media, maka materi ajar menjadi sukar dicerna dan dipahami oleh setiap siswa. Hal ini akan semakin terasa apabila materi ajar tersebut abstrak dan rumit/kompleks.
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini dilandasi keyakinan bahwa kegiatan pembelajaran dengan bantuan media mempertinggi kualitas kegiatan belajar siswa dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti, kegiatan belajar siswa dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
2.      Media pembelajaran sebagai sumber belajar .
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat bahan pembelajaran untuk belajar peserta didik tersebut berasal. Sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan. Media pendidikan, sebagai salah satu sumber belajar, ikut membantu guru dalam memudahkan tercapainya pemahaman materi ajar oleh siswa, serta dapat memperkaya wawasan siswa
2.4  Macam-Macam Media Belajar
Media pembelajaran merupakan komponen intruksional yang melliputi pesan, orang, dan peralatan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau informasi pesan. Dalam perkembangannya media pembelajaran mengikuti perkembangan teknologi.


 Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pembelajaran dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu:
2.4.1        Media Hasil Teknologi
Teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses percetakan mekanis atau photografis. Kelompok media hasil teknologi cetak antara lain: teks, grafik, foto atau representasi fotografik. Ada karakteristik media hasil cetak:
a. Teks dibaca secara linear
b. Menampilkan komonikasi secara satu arah dan reseptif
c. Ditampilkan secara statis atau diam
d. Pengembangannya sangat tergantung kepada prinsip-prinsip pembahasan
e. Berorientasi atau berpusat pada siswa. Pendekatan yang berorientasi pada siswa adalah pendekatan dalam belajar yang ditekankan pada ciri-ciri dan kebutuhan siswa secara individual. Sedang lembaga pendidikan dan para pengajar berfungsi dan berperan sebagai penunjang saja. Sistem pendekatan yang berorientasi pada siswa ini didesainsedemikian rupa. Sehingga siswa dapat belajar dengan sistem yang luwes yang diarahkan agar siswa dapat membenntuk gaya belajarnya masing-masing. Dalam hal ini guru dan lembaga berperan sebagai penunjang, fasilitator dan semangat pada siswa yang sedangbelajar.
f.   Informasi dapat diatur atau ditata ulang oleh pemakai.
2.4.2 Media Hasil Teknologi Audio-Visual
Teknologi audio-visual cara menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio-visual
penyajian pengajaran secara audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses pembelajaran, seperti , mesin proyektor film, tape rekorder, proyektor visual yang lebar.

Dalam media hasil teknologi audio – visual  memiliki karakteristik antara lain :
a.       Bersifat linear
b.      Menyajikan visual yang dinamis
c.       Digunakan dengan cara yang telah ditentukan sebelumnya oleh perancang 
d.      Merupakan representasi fisik dari gagasan real atau abstrak
e.       Dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif
f.       Berorientasi pada guru. Pendekatan yang berorientasi pada guru atau lembaga adalah sistem pendidikan yang konfensional dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh para guru dan staff lembaga penndidikan. Dalam sistem ini guru mengkomunikasikan pengetahuannya kepada siswa dalam bentuk pokok bahasan dalam beberapa macam bentuk silabus. Biasanya pembelajaran berlangsung dan selesai dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan metode mengajar yang dipakai tidak beragam bentuknya, biasanya menggunakan metode ceramah dengan pertemuan tatap muka (face to face)
2.4.3. Media Hasil Teknologi yang berdasarkan Computer
Teknologi berbasis computer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis micro-prosesor. Berbagai aplikasi teknologi berbasis komputer dalam pembelajaran umumnya dikenal sebagai computer assisted instruction. Aplikasi tersebut apabila dilihat dari cara penyajian dan tujuan yang ingin dicapai meliputi tutorial, penyajian materi secara bertahap, drills end practice latihan untuk membantu siswa menguasai materi yang telah dipelajari sebelumnya, permainan dan simulasi (latihan untuk mengaplikaskan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari dan basis data (sumber yang dapat membantu siswa menambah informasi dan pengetahuan sesuai dengan keinginan masing-masing ).

Ada beberapa karakteristik media hasil teknologi yang berdasarkan computer yaitu sebagai berikut :
a.       Dapat digunakan secara acak, non-sekuensial atau secara linear.
b.      Dapat digunakan sesuai keinginan siswa atau perancang.
c.       Gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan simbol dan grafik
d.      Prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media ini
e.       Beroriatasi pada siswa dan melibatkan interaktifitas siswa yang tinggi

2.4.4 Media Hasil Gabungan Teknologi Cetak dan Teknologi Computer
Teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan komputer. Komputer yang memiliki kemampuan yang hebat seperti jumlah random akses memori yang besar, hard disk yang besar, dan monitor yang beresolusi tinggi ditambah dengan pararel (alat-alat tambahan), seperti: vidio disk player, perangkat keras untuk bergabung dalam suatu jaringan dan sistem audio.
Ada beberapa karakteristik media hasil teknologi cetak dan teknologi komputer antara lain :
a.       Dapat digunakan secara acak, sekuensial, linear.
b.      Dapat digunakan sesuai keinginan siswa, bukan saja dengan direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya.
c.       Gagasan disajikan secara realistik sesuai dengan pengalaman siswa, menurut apa yang relevan dengan siswa dan dibawah pengendalian siswa.
d.      Prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme ditetapkan dalam pengembangan dan penggunaan pelajaran.
e.       Pembelajaran ditata dan terpusat pada lingkup kognitif sehingga pengetahuan dikuasai jika pengetahuan itu digunakan.



f.       Bahan-bahan pelajaran melibatkan interaktif siswa.
g.      Bahan-bahan pelajaran memadukan kata dan visual dari berbagai sumber
Selain pembagian itu ada lagi pembagian media pembelajaran menurut jenis, daya liput, dan bahannya.
2.4.5 Media Dilihat dari Segi Jenisnya
1. Media Auditif
Media yang hanya mengandalkan suara saja seperi radio,kaset recorder, piringan hitam, media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan pendengaran.
2. Media Visual
Media yang hanya mengandalkan indera penglihatan. Media ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip, slides, foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Ada pula yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, dan film kartun.
3. Media Audio Visual
Media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua. Media ini dibagi dalam:
1.       Audio visual murni yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti video kaset.
2.      Audio visual tidak murni yaitu unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya berasal dari slides proyektor dan unsur suaranya berasal dari tape recorder.


2.4.6        Media Dilihat dari Daya Liputnya
1.      Media dengan daya liput luas dan serentak. Penggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkaujumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama, seperti radio dan televisi serta internet
2.      Media dengan daya liput terbatas oleh ruang dan tempat,
media ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film sound slides film rangkai, yang harus menggunakan tempat tertutup dan gelap.

2.4.7        Media Dilihat dari Bahan-Bahannya
1.      Media sederhana. Media ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembuatannya mudah, dan penggunaannya tidak sulit.
2.      Media kompleks. Media ini adalah media yang bahan dasarnya kompleks sulit didapat serta mahal harganya, sulit membuatnya, dan penggunaanya memerlukan keterampilan yang memadai.
2.5 Hubungan Teori Belajar dengan Media Belajar
            Di dalam dunia pendidikan, dikenal berbagai macam teori belajar diantaranya teori behavioristik, teori kognitif, teori konstruktivisme, teori humanisme, dll yang sengaja dirancang dan dijadikan sebagai model pembelajaran yang berasal dari temuan para ahli psikologi dan pendidikan. Para ahli yang mendasarkan teori belajarnya terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan, kemudian merumuskan konsep belajar tersebut yang nantinya bertujuan agar dapat mencerdaskan manusia. Teori belajar dirancang untuk memepengaruhi perencanaan serta proses pembelajaran itu sendiri agar dapat digunakan dengan efektif guna membelajarkan manusia. Setiap teori pembelajaran, mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga peran seorang Guru dalam menentukan ataupun memadukan suatu teori pembelajaran dianggap sebagai keharusan yang wajib dilakukan.
Seorang guru sangat perlu memiliki kemampuan merancang dan menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang tercakup dalam teori pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran. Hal tersebut ditujukan agar dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar siswa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan intelektual maupun motoriknya sehingga siswa dapat bertahan hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar dapat memecahkan persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan, serta membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif dan kreatif.
Sebagai masukan bahan perumusan rencana pembelajaran, maka teori belajar menjadi hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan dalam merencanakan sebuah kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, teori belajar menjadi bahan penentuan tujuan, metode, isi, situasi, media, serta evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya yang sedang direncanakan. Teori belajar berperan penting dalam perencanaan pembelajaran. Sebuah teori pembelajaran sebaiknya juga menyangkut suatu praktek untuk membimbing seseorang bagaimana caranya ia memperoleh pengetahuan dan keterampilan, pandangan hidup, serta pengetahuan akan kebudayaan masyarakat sekitarnya.








BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
      .      Bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Di sini, usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum dipunyai sebelumnya. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat.
Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru menyajiakan informasi belajar kepada siswa. Jika program media itu didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan guru. 
3.2 Saran
Diharapkan kepada para pendidik untuk lebih memperhatikan penggunaan teori belajar serta media yang cocok dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didk lebih mudah memahami materi yang disampaikan guna menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran.






DAFTAR PUSTAKA
Effendi E.U., dan Praja. 1989. Pengantar Psikologi. Bandung : Angkasa.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sudjana, Nana. Dr dkk. 2002. Media Pengajaran. Bandung:Sinar Baru Algensindo.