BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman
modern seperti sekarang ini, Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup
serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke
tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3
juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat kehamilan di
Indonesia. Selain itu, ada yg mengkategorikan aborsi itu pembunuhan. Ada yang
melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa jabang bayi juga punya hak
hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain.
Aborsi
merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan
dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan
melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.Namun sebenarnya aborsi
juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi
perdarahan dan sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih
merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap
ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan
kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari
berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat,
selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun
pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
Tindakan aborsi bisa ditekan dengan
meningkatkan pengendalian diri serta etika yang baik dalam berprilaku, Pengendalian
diri adalah kemampuan seseorang untuk melakukan yang tidak baik dan tidak patut
dilakukan. Untuk dapat mengendalikan diri seseorang hendaknya mengenal ajaran
tentang Viveka atau viveka jnana. Yang dimaksud dengan Viveka adalah kemampuan
untuk membedakan yang baik dan buruk, salah dan benar. Yang baik belum tentu
benar, sebaliknya yang benar belum tentu baik dan selanjutnya dengan
pengetahuan viveka ini seseorang akan dapat mengendalikan dirinya, sebab
diantara berbagai makhluk hidup dengan tegas dinyatakan hanya manusialah yang
memiliki pengetahuan itu sebab, oleh karena itu menjelma sebagai manusia
disebut sebagai penjelmaan utama bila dibandingkan dengan makhluk lain.
Memang
bila direnungkan, sesungguhnya manusia hampir sangat jarang untuk merenungkan
kembali, untuk apa tujuan penjelmaan kita ini. Pertanyaan seperti itu akan
muncul bagi mereka yang memiliki kepekaan untuk merenungkan kehidupan kembali.
Untuk usaha ajaran agama Hindu memberikan bimbingan dan tuntunan seseorang agar
berhasil meniti kehidupan di dunia ini termasuk bagaimana dia berperilaku
menyingkapi dan mensiasati kehidupan yang dewasa ini sangat dirasakan
kecenderungan pada material sebagaimana dinyatakan dalam kitab-kitab Purana,
bahwa era jaman Kaliyuga orientasi manusia hanyalah pada materi dan kesenangan,
yang tidak akan memberikan kebahagiaan yang sejati.
Dalam ajaran
Hindu, menggugurkan bayi dalam kandungan dianggap sama dosanya dengan membunuh
seorang sulinggih atau brahmana. Betapa besar dosa menggugurkan bayi dalam
kandungan sehingga hukum yang harus dijatuhkan pada orang seperti itu adalah
hukuman mati jika ketahuan, akan tetapi sebagian besar mereka berhasil
bersembunyi dari hukuman dunia atau dari hukum negara tetapi tidak akan mampu
bersembunyi dari hukum karma atau hukum Tuhan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan aborsi ?
2. Bagaimana pandangan Agama Hindu mengenai
aborsi?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk menjelaskan tentang Aborsi
2.
Untuk menjelaskan tentang pandangan
Agama Hindu mengenai Aborsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aborsi
Aborsi hingga saat ini masih
kontroversial. Pada zaman modern ini, banyak kasus aborsi khususnya di kalangan
remaja yang terlanjur mengandung meski belum memiliki ikatan pernikahan yang
sah. Remaja yang hamil di luar nikah sebagian besar disebabkan oleh kondisi piskis
mereka yang masih labil untuk melakukan hal-hal yang hanya berdasarkan suka
sama suka tanpa mengetahui akibatnya. Namun ada juga remaja yang hamil akibat
tindakan perkosaan oleh pria yang tidak bertanggung jawab. Berikut beberapa
alasan seorang wanita diperbolehkan untuk menjalani aborsi:
Aborsi dalam
dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Menurut Fact About Abortion, Info Kit
on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991,
dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi
dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. Aborsi
atau gugur kandungan dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.
Adapun klasifikasi Abortus yakni sebagai berikut :
a)
Abortus
spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung
tanpa tindakan, dalam hal ini dibedakan sebagai berikut:
a) Abortus
imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan
tanpa adanya dilatasi serviks.
b)
Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c)
Abortus
inkompletus, Pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus.
d) Abortus kompletus, semua
hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
2. Abortus provokatus
Abortus
provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan
cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada
umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan
belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun
terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Pengelompokan abortus provokatus secara lebih
spesifik:
a. Abortus
Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang
dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan
indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu.
b. Abortus
Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya
indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
alat-alat atau obat-obat tertentu.
3. Abortus Habitualis
Abortus
habitualis adalah abortus spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau
lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, namun kehamilannya
berakhir sebelum 28 minggu, dan umumnya disebabkan karena kelainan anatomic
uterus, atau kelainan factor imunologi.
4. Missed Abortion
Kematian
janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih dari4
minggu atau lebih (beberapa buku 8 minggu).
5. Abortus Septik
Tindakan
pengakhiran kehamilan dikarenakan sepsis akibat tindakan abortus yang
terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun, atau awam). Bahaya terbesar adalah
kematuan ibu.
2.1.1 Alasan Wanita Melakukan Aborsi
a. Pemerkosaan
Perempuan
yang hamil melalui hubungan seksual yang tidak diinginkan yang paling sering
menemukan bahwa mereka tidak dapat menangani sedang dihadapi dengan bukti
serangan mereka. Setelah aborsi dapat membantu mengurangi trauma perkosaan
penyebab dan bisa membantu korban dalam melanjutkan dengan hidupnya.
b. Incest.
Kehamilan incest
disebabkan oleh hubungan seksual dengan anggota keluarga., Apakah
konsensual atau non-konsensual, dapat menjadi alasan untuk aborsi. Penelitian
telah menunjukkan bahwa seorang anak dari situasi seperti menghadapi masalah
medis atau kesehatan yang cukup besar disebabkan oleh perkawinan sedarah.
Mendapatkan aborsi bisa menjadi cara yang lebih ramah daripada memiliki anak
yang lahir dengan kekurangan mental atau fisik.
c. Alasan medis.
Kadang-kadang, kondisi kesehatan wanita tidak bisa
menangani kehamilan. Wanita dengan HIV / AIDS, Hepatitis B atau penyakit lain
mentransfer risiko penyakit mereka kepada anak yang belum lahir mereka. Wanita
dengan kondisi jantung, yang rentan terhadap komplikasi dan bisa mati saat
melahirkan. Dalam kasus tersebut, aborsi mungkin keputusan yang paling logis
untuk membuat dalam rangka untuk menyelamatkan nyawa seorang wanita.
d. Alasan
ekonomi.
Beberapa wanita hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem
yang mereka hampir tidak mampu memberi makan dan pakaian sendiri, apalagi
seorang anak. Menghadapi keterbatasan keuangan tersebut dapat menjadi alasan
untuk aborsi. Ini akan mengecilkan hati membiarkan anak dilahirkan dan hidup
dalam kondisi seperti itu, dan orang tua dapat menghindari perasaan tidak
berdaya jika mereka tidak mampu untuk memberikan dukungan untuk anak mereka.
e. Alasan
sosial.
Remaja dan kehamilan yang tidak diinginkan termasuk
dalam kategori ini alasan untuk aborsi. Seorang wanita muda yang baru mungkin
terlalu muda untuk menghadapi tuntutan membesarkan anak, atau mungkin kehamilan
itu akibat dari one night stand dan wanita merasa dia tidak siap untuk menjadi
orangtua.
2.1.2 Resiko Aborsi
Aborsi
memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun
keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang
yang melakukan aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang “.
Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan
keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko kesehatan dan
keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi
dan setelah melakukan aborsi adalah :
a.
Kematian mendadak karena pendarahan
hebat.
b.
Kematian mendadak karena pembiusan
yang gagal.
c.
Kematian secara lambat akibat
infeksi serius disekitar kandungan.
d.
Rahim yang sobek (Uterine
Perforation).
e.
Kerusakan leher rahim (Cervical
Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
f.
Kanker payudara (karena
ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).
g.
Kanker indung telur (Ovarian
Cancer).
h.
Kanker leher rahim (Cervical
Cancer).
i.
Kanker hati (Liver Cancer).
j.
Kelainan pada ari-ari (Placenta
Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat
pada kehamilan berikutnya.
k.
Menjadi mandul/tidak mampu memiliki
keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
l.
Infeksi rongga panggul (Pelvic
Inflammatory Disease).
m.
Infeksi pada lapisan rahim
(Endometriosis)
Proses aborsi bukan saja suatu proses
yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita
secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan
mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai
“Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini
dicatat dalam ” Psychological Reactions Reported After Abortion ” di dalam
penerbitan The Post-Abortion Review. Oleh sebab itu yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam hal ini adanya perhatian khusus dari orang tua remaja
tersebut untuk dapat memberikan pendidikan seks yang baik dan benar.
2.2
Pandangan Agama Hindu mengenai Aborsi
Aborsi dalam Theology Hinduisme
tergolong pada perbuatan yang disebut “Himsa karma” yakni salah satu perbuatan
dosa yang disejajarkan dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Membunuh dalam
pengertian yang lebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa” mendasari falsafah
“atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun masih
berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia. Segera setelah
terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas kuasa Hyang Widhi.
Dalam “Lontar Tutur Panus Karma”,
penciptaan manusia yang utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam
manifestasi-Nya sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”. Selanjutnya Lontar itu
menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah: I Karen, sebagai
calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon getih; dan
I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom. Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari
maka Kanda-Pat berubah nama menjadi masing-masing: I Anta, I Preta, I Kala dan
I Dengen. Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai :
Ari-ari, Lamas, Getih dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya “saudara yang
selalu membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud.
Jika Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara phisik,
maka Nyama Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan atma
atau roh dalam tubuh bayi.
Oleh karena itulah perbuatan aborsi
disetarakan dengan menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara lain
Rgveda 1.114.7 menyatakan: “Ma no mahantam uta ma no arbhakam” artinya:
Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29: “Anagohatya vai
bhima” artinya: Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan Atharvaveda
X.1.29: “Ma no gam asvam purusam vadhih” artinya: Jangan membunuh manusia dan
binatang. Dalam ephos Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000
tahun dalam penderitaan, karena Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada
dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu
mandul selamanya.
Pembuahan sel telur dari hasil
hubungan sex lebih jauh ditinjau dalam falsafah Hindu sebagai sesuatu yang
harusnya disakralkan dan direncanakan. Baik dalam Manava Dharmasastra maupun
dalam Kamasutra selalu dinyatakan bahwa perkawinan menurut Hindu adalah
“Dharmasampati” artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena bertujuan
memperoleh putra yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur
yang harus lahir kembali menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum cukup
suci untuk bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Theology Hindu disebut
sebagai “Amoring Acintya”.
Oleh karena itu maka suatu rangkaian
logika dalam keyakinan Veda dapat digambarkan sebagai berikut : Perkawinan
(pawiwahan) adalah untuk syahnya suatu hubungan sex yang bertujuan memperoleh
anak. Gambaran ini dapat ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan
melakukan hubungan sex hanya untuk kesenangan belaka. Prilaku manusia menurut
Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri, termasuk pula pengendalian
diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-istri yang mempunyai
banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya melakukan pengendalian
nafsu sex, apalagi bila kemudian ternyata bahwa kelahiran anak-anak tidak dalam
batas perencanaan yang baik.
Sakralnya hubungan sex dalam Hindu
banyak dijumpai dalam Kamasutra. Antara lain disebutkan bahwa hubungan sex
hendaknya direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu
bersembahyang memuja dua Deva yang berpasangan yaitu Deva Smara dan Devi Ratih,
setelah mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta pensucian. Hubungan
sex juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram, damai dan penuh kasih
sayang. Hubungan sex yang dilakukan dalam keadaan sedang marah, sedih, mabuk
atau tidak sadar, akan mempengaruhi prilaku anak yang lahir kemudian.Oleh
karena hubungan sex terjadi melalui upacara pawiwahan dan dilakukan semata-mata
untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi dalam Agama Hindu tidak
dikenal dan tidak dibenarkan.
Hal
ini menjelaskan bahwa perbuatan menggugurkan adalah perbuatan yang dapat
menimbulkan keletehan
atau cuntaka pada keluarga sang bayi khususnya pada
ibu yang telah menggugurkan kandungannya. Pengguguran
kandungan atau aborsi adalah perbuatan membunuh yang menyebabkan kematian bagi
sang bayi yang seharusnya bagi sang Ibu ataupun keluarganya
haruslah melakukan pensucian pensucian
agar terlepas dari cuntaka begitupula terhadap bayi yang digugurkan seharusnya
mendapatkan pensucian sehingga
diharapkan nantinya Atma atau roh
pada janin tersebut dapat mengalami proses reinkarnasi. Dalam
kitab Manawa dharmasastra V.90dijelaskan bahwa“kepada
wanita wanita yang telah menjadi anggota golongan murtad yang karena nafsu
biasa hidup dengan banyak laki-laki, yang
menggugurkan kandungan yang telah membunuh namanya atau suka minum minuman
keras.
Berdasarkan
petikan sloka diatas dijelaskan bahwa wanita-wanita yang
tidak mampu menjalankan kewajibannya sebagai wanita yang suci maka tidak pantas
telah mendapatkan tempat yang layak baik di dunia maupun di akhirat
wanita-wanita tersebut juga tidak pantas mendapatkan air suci kehidupan yang
nantinya dapat mensucikan rohnya ketika meninggal wanita-wanita yang termasuk
didalamnya adalah wanita-wanita yang telah disentuh oleh banyak laki-laki
wanita-wanita yang selalu menuruti nafsu birahi wanita wanita yang suka minum
minuman keras serta wanita-wanita yang tega menggugurkan kandungan dan membunuh
bayinya sendiri seorang wanita tidaklah pantas seperti itu dan seorang wanita
harus mampu menjaga kehormatannya sebagai wanita yang suci.
2.3 Teori
Teori adalah
hubungan antara dua fakta atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu.
Fakta merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara
empiris. Oleh karena itu, dalam bentuk yang paling sederhana suatu teori
merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya
(Soekanto, 2003 : 27-28). Dengan adanya suatu teori merupakan ciri bahwa
penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data. Suatu penelitian
akan berhasil dengan baik apabila didasarkan atas teori-teori dan didukung
literatur yang memadai. Adapun teori yang digunakan oleh peneliti untuk
membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.3.1 Teori Perilaku
Pengertian Perilaku adalah tindakan
atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan arti yang
sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan
bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau
tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
Pengertian perilaku dapat dibatasi
sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya
yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non
fisik.Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap
lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi dua, yakni :
- bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),
- dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit),
Tentunya banyak juga para ahli memiliki
pandangan masing-masing tentang Pengertian perilaku ini, berikut daftar
pengertian menurut para ahli di bidangnya:
- Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. Robert Y. Kwick (1972)
- menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.
- Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Pada
dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan tindakan, namun
demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap
dan tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat potensial, yakni dalam
bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi.Bloom (1956), membedakannya menjadi 3
macam bentuk perilaku, yakni Coqnitive, Affective dan Psikomotor, Ahli lain
menyebut Pengetahuan, Sikap dan Tindakan, Sedangkan Ki Hajar Dewantara,
menyebutnya Cipta, Rasa, Karsa atau Peri akal, Peri rasa, Peri tindakan.Bentuk
perilaku dilihat dari sudut pandang respon terhadap stimulus, maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
- Perilaku tertutup, Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.
- Perilaku terbuka, Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).
Proses
pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam
diri individu itu sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain :
- Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya.
- Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai sutau tujuan tertentu, hasil dari pada dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku
- Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, sedangkan keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia dalam mencapai kedewasaan semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan emosi akan berkembang sesuai dengan hukum perkembangan, oleh karena itu perilaku yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan.
- Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Barelson (1964) mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari perilaku terdahulu.
Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang
berurutan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yaitu:
- Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
- Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
- Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
- Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
- Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Penggunaan Teori Perilaku dalam
penelitian ini adalah untuk membedah rumusan masalah mengenai tindakan atau
praktek aborsi yang terjadi di kalangan generasi muda, untuk itu perlu adanya perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan
sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan atau bersifat
langgeng. Sehingga angka aborsi yang terjadi di Indonesia bisa ditekan
seminimal mungkin demi menyelamatkan generasi muda penerus bangsa.
2.3.2 Teori Fungsional Struktural
Teori ini menekankan kepada keteraturan
(order) dan mengabaikan konflik serta perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Teori ini memandang bahwa masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang terdiri
atas bagian-bagian yang saling berkaitan dalam keseimbangan Ritzer (1985 : 25).
Talcot Persons
(dalam Nasikum, 2003 : 11) mengemukakan anggapan sebagai berikut :
1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai
suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
2. Hubungan diantara bagian-bagian
tersebut bersifat ganda.
3. Interaksi sosial tidak pernah dapat
dicapai dengan sempurna namun secara fundamental system sosial selalu cenderung
bergerak ke arah yang bersifat dinamis.
4. Penyimpangan-penyimpangan senantiasa
juga terjadi dan tidak akan pernah tercapai kea rah yang sempurna, akan tetapi
sistem sosial akan senantiasa menuju ke arah itu.
5. Perubahan-perubahan dalam system
sosial pada umumnya terjadi secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian,
dan tidak terjadi secara revolusioner.
6. Pada dasarnya perubahan-perubahan
sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam kemungkinan; penyesuaian yang
dilakukan sistem sosial terhadap perubahan yang datang dari luar, pertumbuhan
melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional, serta penemuan-penemuan
baru oleh anggota masyarakat.
7. Faktor paling penting yang memiliki
daya mengintegrasi suatu sistem sosial adalah consensus diantara para anggota
masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan.
Teori Struktural
Fungsional menekankan pada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik serta
perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat beragama. Menurut teori
ini masyarakat agama merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas
bagian-bagian satu sama lain yang saling berhubungan, menyatu dalam
keseimbangan. Perubahan yang terjadi dalam suatu bagian akan membawa perubahan
pada bagian-bagian lainnya. Dasar berpikir setiap dalam sistem sosial
fungsional, maka stuktur dalam sistem sosial itu akan hilang dengan sendirinya
(Triguna, 2000: 29).
Seorang tokoh
perspektif fungsional struktural, Robert K. Merton menyatakan bahwa penganut
perspektif ini seyogyanya memperhatikan aspek-aspek pranata sosial keagamaan.
Pola-pola institusional keagamaan, proses sosial keagamaan dan organisasi
kelompok keagamaan. Sekalipun begitu banyak ruang aspek yang dikaji, tetapi
pusat perhatiannya senantiasa pada fungsi dan suatu faktaterhadap fakta
lainnya. Menurut fungsi adalah akibat-akibat yang diamati menuju adaptasi
penyesuaian dalam suatu sistem (Triguna, 2000: 30).
Dalam konteks
munculnya berbagai institusi keagamaan Hindu belakangan ini dianggap sebagai
suatu gejala fungsional bagi perkembangan agama Hindu. Oleh karena kehadiran
pusat kajian kelompok studi yayasan pendalaman agama jelas akan memberikan
fungsi terhadap yang lainnya dalam proses dinamika agama yang seimbang. Seorang
penganut teori struktural fungsional memandang perbedaan yang ada dalam
eksistensi institusi serta perbedaan jenis kegiatan masing-masing institusi,
sebagai perwujudan perbedaan yang mengakibatkan ketidaksesuaian dan sejenisnya.
Penggunaan teori
fungsional struktural ini dipergunakan dalam penelitian ini untuk mengkaji fungsi
dari sosialisasi atau upaya untuk mencegah praktek aborsi yang terjadi di
kalangan anak muda yang menjadi pusat perhatian bagi masyarakat. Dalam
pandangan hindu, Aborsi sangat dilarang karena aborsi termasuk tindakan himsa
karma atau perbuatan membunuh. Namun dalam struktur masyarakat tentunya ada
fungsi sosialisasi mengenai pergaulan bebas yang terjadi di kalangan generasi
muda.
.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Aborsi
merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan
dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan
melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya aborsi
juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi
perdarahan dan sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih
merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi dianggap
ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan
kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini terbukti dari
berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat,
selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun
pijat untuk mereka yang terlambat datang bulan.
3.2 Saran
Pada era
globalisasi saat ini, generasi muda sangat mudah terjerumus ke dalam pergaulan
bebas sehingga memliki dampak yang sangat negatif untuk masa depannya. Untuk
itu perlu adanya pemahaman atau wawasan bagaimana cara mengendalikan diri
secara baik dan benar serta bisa memilki etika dan moralitas yang nantinya akan
membawa generasi muda ke arah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita,
Romli. 2005. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: PT Refika Aditama
Benih, Ade. 2014.
Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Medical Book
Gunawan, Ari. H.
2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Marmi. 2013.
Kesehatan Reproduksi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Pudiastuti, Ratna
D. 2011. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika